Jakarta, jurnalkota.id
Rencana penawaran perdana saham (IPO) subholding Pertamina dinilai bukan bentuk penjualan BUMN tersebut, karena IPO subholding sama sekali tidak mengurangi kepemilikan saham negara terhadap Pertamina yang tetap 100 persen.
Hal ini disampaikan pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto di Jakarta, Senin (22/6/2020).
“Tidak benar (dijual), kalau yang IPO adalah subholding-nya. Dalam hal ini, kepemilikan negara di Pertamina, tetap. Sama sekali tidak berkurang. Kalaupun subholding Pertamina masuk lantai bursa, lanjutnya, maka saham yang ditawarkan kepada publik adalah anak perusahaan,” katanya.
Menurut dia, rencana IPO subholding ini juga tidak melanggar aturan, karena yang diatur dalam UU BUMN dan UU PT adalah Pertamina sebagai induknya. “Sebagai perusahaan, tentu Pertamina bisa melakukan aksi korporasi apapun, sepanjang mengikuti prosedur yang ada,” lanjut Toto.
Aksi korporasi semacam ini, menurut dia, adalah hal wajar yang jamak dilakukan badan usaha, termasuk BUMN misalnya Waskita Beton serta PP Presisi yang jugago public.
“Beberapa anak perusahaan Pertamina pun sudah go public sejak lama, seperti PT Elnusa Tbk, PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk, bahkan salah satu subholding Pertamina yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk,” tukasnya.
Toto yang juga Associate Director BUMN Research Group LMUI ini juga menambahkan, rencana IPO subholding Pertamina, jelas Toto, justru sesuai dengan kebutuhan Pertamina sebagai holding, karena BUMN itu harus mengembangkan perusahaan. Sedangkan di sisi lain, financing internal grup Pertamina, memiliki keterbatasan karena hanya mengandalkan ekuitas grup holding.
“Go public adalah salah satu cara untuk ekspansi bisnis, yaitu dengan mengambil dana dari publik. Dengan go public, ekspansi akan lebih cepat , misal untuk eksplorasi sumber-sumber minyak baru,” pungkasnya.
Sementara Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai rencana IPO terhadap subholding
Pertamina di sektor hulu sudah tepat. Pasalnya, Pertamina bisa mendapatkan pembiayaan tanpa menerbitkan surat utang untuk menggarap blok-blok besar yang membutuhkan biaya ekspansi tidak sedikit.
“Saya melihatnya sebagai langkah strategis bagi Pertamina dalam mencari pendanaan. Apalagi untuk sektor hulu dimana memang membutuhkan biaya yang besar dalam menjalankannya,” ujar Mamit.
Menurut dia, Pertamina sendiri kedepannya akan mengelola blok-blok besar, dimana hal itu tentu membutuhkan biaya yang besar. “Dari pada menerbitkan Global Bond atau surat utang luar negeri, lebih naik memang Pertamina melakukan IPO untuk mendapatkan dana segar,” tukasnya.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menegaskan Pertamina tidak berencana untuk menjual atau privatisasi saham PT Pertamina (Persero).
Dia menegaskan bahwa Pertamina adalah BUMN yang 100 persen milik Pemerintah Indonesia. Untuk IPO di Subholding atau anak perusahaan masih perlu kajian yang mendalam, juga proses yang akan sangat panjang.
Terkait restrukturisasi, dia menyatakan sampai saat ini tidak ada perpindahan aset dari Pertamina ke Subholding maupun anak perusahaan sehingga status aset-aset strategis tetap di Pertamina, sebagai contoh kilang.
Begitu pula dengan aset migas yang dikelola Pertamina, tetap dikelola oleh KKKS group Pertamina yang sudah ditunjuk Pemerintah.
Fajriyah memastikan bahwa Pertamina saat ini sedang fokus untuk adaptif, berjuang menghadapi tantangan bisnis ke depan dan memenangkan kompetisi di masa yang penuh ketidakpastian ini.
“Restrukturisasi yang terjadi di Pertamina saat ini adalah dalam rangka membuat bisnis Pertamina menjadi lebih lincah, fokus dan cepat dalam pengembangan kapabilitas kelas dunia di bisnisnya masing-masing,” pungkasnya.(Sya)