Penulis: Veri Kurniawan
Ketua Forum Analisis Kebijakan dan Pembangunan Daerah. (Foskapda)
Pertengahan Desember 2022 lalu publik dihentakkan kenyataan tertangkapnya Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak dalam operasi tangkap tangan oleh KPK. Jika tarik kebelakang beberapa tahun lalu, banyak pejabat yang terseret kasus hukum yang bermoduskan dana hibah.
Contohnya, eks Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho, Eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dan teranyar adalah Sahat Tua Simanjutak.
Tak jarang, Hibah menjadi ladang korupsi oknum penyelenggara negara, seperti yang sudah menjadi tersangka. Artinya, modus hibah dipakai untuk mendapatkan uang tidak halal atau keuntungan lainnya oleh pejabat publik.
Berkaca dari kasus wakil ketua DPRD Jatim, terungkap bahwa tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemerintah Provinsi Jatim terealisasi dana belanja hibah dengan jumlah sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemprov Jatim. Dana itu di distribusikan di antaranya melalui pokmas hingga sampai tingkat pedesaan.
Usulan dana belanja hibah tersebut merupakan aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang salah satunya adalah wakil ketua DPRD Jatim.
Dana hibah yang diberikan pada kelompok – kelompok masyarakat utamanya di desa – desa, memang memiliki pengaruh yang besar bagi kepentingan kepentingan politik utamanya momen menjelang tahun politik. Semuanya berkepentingan untuk meraih suara yang banyak.
Tak hanya kepentingan suara, pemberian dana hibah juga dimaksudkan untuk mencari pundi – pundi uang meski ada yang signifikan maupun tidak. Namun hal tersebut hanya dilakukan oleh oknum.
Bagi masyarakat, pemberian dana hibah dianggap sebagai bentuk perhatian atau perjuangan pemerintah atau pejabat publik yang mereka pilih meski nilainya kecil.
Di beberapa daerah sebagaimana ramai diberitakan, modus korupsi melalui dana hibah beraneka ragam. Contoh, pembuatan proposal fiktif, suap, pemotongan anggaran berdalih biaya administrasi atau biaya pembuatan proposal, pengalihan dana hibah kepada kelompok lain yang tidak termasuk dalam SK Bupati atau DPA Dinas.
Ketidaktelitian petugas teknis dalam memverifikasi kelompok penerima hibah, bisa jadi atau layak diduga seringkali terjadi karena ketidakberanian staf kepada oknum pejabat publik tertentu.
Keterbukaan Pemkab Banyuwangi dalam menyampaikan SK Bupati yang menetapkan kelompok penerima dana hibah lengkap dengan alamat dan besaran anggaran, patut diacungi jempol. Dengan transparansi yang dibangun pemkab Banyuwangi itu, masyarakat umum dengan mudah bisa mengakses informasi dan turut serta melakukan pengawasan. (Sama’i)