Oleh : Silvie Mariana, S.S.
“Bu Guru, ayahku dari Medan. Ibuku dari Cirebon.” Aku lahir di Cilegon. Jadi, aku orang mana jeh?”
Pertanyaan dari salah satu murid saya ketika pembelajaran di kelas tadi sungguh menggelitik. Terlebih ia mengucapkannya dengan logat khas Cilegon.
Sebagai pengajar di salah satu sekolah dasar swasta di Cilegon, saya mendapati murid-murid saya yang berlatar daerah beragam. Mereka tidak hanya berasal dari Cilegon. Atau juga dari Serang, Tangerang, atau Rangkas Bitung yang dekat dengan Cilegon. Kebanyakan mereka berasal dari daerah yang cukup jauh, seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, bahkan dari luar pulau.
Dikutip dari https://www.cilegon.go.id/profil-kota-cilegon, mata pencaharian penduduk cilegon awalnya mayoritas petani. Seiring dengan perkembangan industri yang pesat, maka bergeser pula mata pencaharian penduduknya. Kehadiran sentra industri baja PT Krakatau Steel, PT Chandra Asri, dan lainnya termasuk fasilitas sarana dan prasarana perhubungan laut membawa pengaruh pada kondisi budaya dan penggunaan lahan. Lahan yang awalnya digunakan sebagai persawahan, lambat laun berubah menjadi daerah industri, perdagangan, jasa, perumahan, serta pariwisata.
Jumlah penduduk pun kian meningkat. Diikuti dengan masuknya para pendatang yang mengisi sektor-sektor yang ada. Masyarakat Cilegon berubah menjadi masyarakat heterogen dengan pertumbuhan yang pesat.
Keheterogenan ini kemudian tercipta pula di lingkungan sekolah. Peserta didik yang berasal dari berbagai suku berkumpul dan belajar bersama.
Penerapan Kurikulum Merdeka dalam Pembelajaran
Sebagai salah satu sekolah yang tergabung dalam komunitas sekolah penggerak, Kurikulum Merdeka mulai diterapkan di sekolah kami pada tahun ajaran 2022/2023. Penerapan ini dilakukan secara bertahap, diawali pada level kelas 1 dan kelas IV. Untuk level lainnya kami melakukan penyesuaian yang didasarkan pada karakteristik kurikulum merdeka, yaitu pembelajaran yang berbasis proyek untuk pengembangan softskill dan karakter, fokus pada materi esensial, dan pembelajaran berdiferensiasi.
Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk besama menciptakan pembelajaran yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar peserta didik.
Hal ini sesuai dengan prinsip kepemimpinan seorang guru, yang didasarkan pada pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu memberikan teladan *(ing ngarso sung tulodho)*, membangun semangat *(ing madyo mangun karso)* dan memberikan dorongan *(tut wuri handayani)* bagi tumbuh kembangnya anak.
Dalam menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, kepala sekolah kami memberikan kesempatan kepada guru di tiap kelompok kerjanya untuk merancang kegiatan atau praktik baik. Kegiatan ini dilakukan sebelum memulai tahun ajaran baru.
Dalam tahap merancang kegiatan ini, guru berdiskusi tentang praktik baik apa yang akan dilakukan, sesuai dengan kesiapan sekolah. Tidak lupa, faktor kearifan lokal harus dimuat dalam praktik baik tersebut.
Praktik baik yang telah disepakati kemudian disesuaikan dengan profil pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila merupakan karakter dan kompetensi yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik.
Profil Pelajar Pancasila terdiri atas 1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia 2. Berkhebinekaan global, 3. Mandiri, 4. Gotong royong, 5. Bernalar kritis, dan 6. Kreatif.
Tema dalam Profil Pelajar Pancasila
Menurut Kemendikbudristek No.56/M/2022, proyek penguatan profil pelajar Pancasila adalah kegiatan kokurikuler berbasis proyek yang dirancang untuk memperkuat upaya pencapaian kompetensi dan karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila yang dibuat berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan.
Dalam proyek penguatan profil pelajar Pancasila, peserta didik diberikan kesempatan untuk belajar dalam situasi yang fleksibel. Mereka juga terlibat dalam lingkungan. Tujuannya untuk memperkuat kompetensi yang termuat dalam profil pelajar Pancasila.
Pelaksanaan proyek penguatan profil pelajar Pancasila tentu tidak serta merta dilakukan. Mengutip dari kurikulum.kemdikbud.go.id, pemilihan tema umum dalam proyek penguatan profil pelajar Pancasila dapat dilakukan berdasarkan hal-hal sebagai berikut.
Tahap kesiapan satuan pendidikan, pendidik, dan peserta didik dalam menjalankan proyek profil. Kalender belajar nasional, atau perayaan nasional atau internasional. Isu atau topik yang sedang hangat terjadi atau menjadi fokus pembahasan atau prioritas satuan pendidikan. Di setiap tahun ajaran, tema dapat dilakukan secara berulang jika dianggap masih relevan atau diganti dengan tema lain untuk memastikan eksplorasi terhadap seluruh tema yang tersedia.
Ada beberapa tema Proyek Profil Pelajar Pancasila SD hingga SMA/SMK yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud, yaitu: 1. Gaya hidup berkelanjutan, 2. Kearifan lokal, 3. Bhineka Tunggal Ika, 4. Bangunlah Jiwa dan Raganya, 5. Suara Demokrasi, 6. Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI, 7. Kewirausahaan, 8. Kebekerjaan (Tema Wajib untuk SMK/MAK), dan 9. Budaya Kerja (Tema Wajib untuk SMK/MAK)
Gelar Karya sebagai Bentuk Praktik Baik Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya
Dalam Kurikulum Merdeka, kita mengenal Gelar Karya. Gelar Karya merupakan akhir kegiatan dari rangkaian proyek penguatan profil pelajar Pancasila.
Salah satu karakteristik Kurikulum Merdeka, yaitu pembelajaran yang berbasis proyek. Dalam proses pembelajaran ini akhirnya adalah peserta didik dapat membuat karya.
Karya hasil peserta didik biasanya hanya dinikmati oleh warga kelas. Namun, kini kesempatannya menjadi luas. Karya peserta didik dapat disaksikan bukan hanya warga kelas, tetapi juga warga sekolah, orangtua murid, dan tamu undangan.
Pada semester 1 lalu sekolah kami mengadakan gelar karya. Tema yang kami pilih yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Sedikitnya ada tiga tujuan yang kami canangkan dalam kegiatan ini.
*Pertama*, mengimplementasikan proyek penguatan profil pelajar Pancasila. Kegiatan ini merupakan puncak dari kegiatan proyek yang dilakukan peserta didik selama satu semester.
*Kedua*, melestarikan budaya bangsa Indonesia. Acara gelar karya tidak hanya diisi dengan penampilan karya peserta didik, tetapi juga unjuk kebolehan dari peserta didik. Peserta didik dari tiap kelas tampil di panggung untuk unjuk kebolehan, seperti tari, menyanyi, dan pencak silat.
*Ketiga*, melatih jiwa kewirausahaan peserta didik. Dalam gelar karya, ditampilkan pula stand makanan khas Kota Cilegon. Diharapkan para peserta didik yang berasal dari berbagai daerah ini semakin mengenal makanan khas tempat tinggalnya. Peserta didik juga diasah kepercayaan dirinya dengan menghasilkan karya yang bernilai jual dan menawarkannya kepada pengunjung.
Tentu ada alasan mengapa kami memilih tema Bhineka Tunggal Ika. Sesuai di awal tulisan, sekolah kami memiliki peserta didik dari berbagai daerah. Sekolah kami diibaratkan dengan “Indonesia Kecil” yang memiliki peserta didik dari beragam suku bangsa.
Dalam kegaitan gelar karya, peserta didik diajak untuk bangga pada dirinya. Belajar memperjelas identitas dengan mengenakan pakaian daerahnya masing-masing. Belajar menghargai keragaman budaya yang ada. Tak lupa mengajarkan peserta didik untuk cinta pada tempatnya tinggal. Sesuai dengan peribahasa ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’. Peribahasa tersebut mengajarkan agar seseorang sepatutnya mengikuti atau menghormati adat istiadat yang berlaku di tempat tinggalnya.
Gelar Karya sebagai Pengalaman Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya
Gelar karya merupakan puncak dari proses pembelajaran yang dirancang sesuai dengan profil pelajar Pancasila.
No sweet without sweat. Untuk jenjang sekolah dasar, terutama fase awal, guru tidak bisa sepenuhnya berperan sebagai fasilitator. Guru memiliki peran yang besar dalam menyiapkan gelar karya. Guru menjadi ujung tombak suksesnya gelar karya sebagai salah satu implementasi Kurikulum Merdeka. Karena itu, guru perlu memiliki sifat responsif dan adaptif.
Namun, kerja keras yang dilakukan para guru terbayar dengan senyuman peserta didik dan orang tua yang puas dengan kegiatan ini. Penanaman karakter dalam praktik baik ini memberikan pengalaman merdeka belajar dan merdeka budaya bagi peserta didik.
Diharapkan, tak ada lagi keraguan peserta didik untuk menyebutkan identitasnya sebagai orang Minang, Banten, atau lainnya. Semua bangga menjadi bagian dari Indonesia!.