Jakarta, jurnalkota.id
Keputusan Menteri ESDM Arifin Tasrif memaksakan harga gas industri tertentu dan PLN sebesar USD 6 per MMBTU di plant gate dinilai bakal menyurutkan perluasan pemanfaatan gas bumi. Pasalnya, kebijakan harga gas yang jauh dari tingkat keekonomian proyek akan membuat pembangunan infrastruktur gas bumi semakin sulit.
“Jika harga gas diatur sedemikian rendah dan tidak memberi ruang bagi perusahaan niaga untuk mendapatkan keuntungan yang layak, jangan berharap terlalu banyak terhadap optimalisasi gas bumi. Dengan biaya dan risiko yang besar, perusahaan niaga tentu akan membatasi ekspansi pembangunan infrastruktur gas bumi,” kata
Pengamat Energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro dalam keterangannya, Rabu (15/4).
Menurut dia, gas bumi Indonesia memiliki karakteristik dimana sumber gas sebagian besar berada di wilayah Indonesia Bagian Timur. Sementara konsumsi gas terbesar berada di Indonesia Bagian Barat. Dalam situasi inilah infrastruktur menjadi kunci dalam mengoptimalkan sumber daya alam nasional ini untuk kepentingan domestik.
“Besarnya cadangan gas bumi yang saat ini ada di Indonesia tak berarti tanpa dukungan infrastruktur yang memadai. Harusnya pemerintah fokus membangun infrastruktur ini jika tak ingin terbebani impor BBM yang semakin besar,” tukasnya.
Dengan harga gas bumi yang hanya USD 6 per MMBTU, kata Komaidi, sejumlah target kinerja jangka panjang terkait optimalisasi gas bumi yang telah ditetapkan pemerintah nakal sulit tercapai.
“Sebagai contoh dalam rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Indonesia 2016-2030 Kementerian ESDM menargetkan pipa open acces bertambah menjadi 9.992 km atau bertambah 5.695 km dibandingkan tahun 2016. Kemudian pipa hilir ditargetkan bertambah 1.140,70 km menjadi 6.301 km. Sehingga total panjang pipa gas bumi di Indonesia mencapai 16.364 km dari posisi tahun 2016 sepanjang 9.528,18 km,” papar Komaidi.
Menurutnya, Namun, pemerintah akan sulit mewujudkan target ambisius itu. Di sisi lain, mengandalkan pengembangan infrastruktur gas bumi kepada PGN juga berat. Pasalnya kemampuan PGN untuk membangun infrastruktur dalam beberapa tahun terakhir terus menurun. Terbukti net profit margin PGN selama periode 2015-2019 turun rata-rata 40 persen setahun.
“PGN yang didukung pemerintah saja makin kedodoran untuk membangun infrastruktur. Dengan harga gas yang semakin tidak menarik, siapa yang mau bangun infrastruktur gas bumi. Tidak ada pebisnis yang mau rugi, apalagi investor,” tegas Komaidi.
Lebih jauh Komaidi mengatakan, dengan kebijakan pemerintah yang seringkali berubah dan politis, ketahanan energi nasional menjadi taruhan. “Yang terdekat adalah realisasi target bauran energi pembangkit listrik yang telah diputuskan, dimana bauran gas bumi ditargetkan mencapai 22,2 persen,” ujarnya.
Untuk mencapai target itu, lanjut Komaidi, dibutuhkan pembangunan berbagai infrastruktur gas bumi agar mampu menjangkau wilayah-wilayah baru. “Dengan iklim bisnis yang tidak kondusif seperti saat ini, sektor gas bumi beserta pembangunan infrastrukturnya akan mengalami stagnasi. Apalagi wabah Corona yang datang tiba-tiba telah merontokkan hampir semua aktivitas ekonomi kita,” tambah Komaidi. (Sya)