Tanjungpinang, jurnalkota.online
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Kota Tanjungpinang, Ruli Friady mengatakan pers merupakan salah satu pilar demokrasi yang sejatinya memiliki kebebasan dalam menyuarakan pendapat maupun kepentingan masyarakat.
Meski begitu, kebebasan pers bukan berarti bisa bebas dalam hal penyampaian informasi atau sebuah berita, tetapi harus sesuai dengan koridor yang di atur dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 dan kode etik jurnalistik.
“Pers itu punya tanggung jawab sosial. Kebebasan pers bukanlah tanpa batas. Setiap berita yang dikeluarkan tidak boleh melanggar ketentuan hak asasi manusia,” ucap Ruli, saat menjadi narasumber dalam dialog lintas Tanjungpinang pagi di RRI Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Senin (8/2/2022).
Menurut Ruli, kebebasan pers di Tanjungpinang saat ini sudah berjalan dengan baik. Kerja-kerja jurnalistik yang didukung dengan undang-undang pers telah membuat pers semakin profesional dan menjadi pidana lex spesialis apabila terjadi sengketa jurnalistik.
Namun, yang saat ini membuat kebebasan jurnalistik ternodai karena maraknya buzzer yang sejatinya tidak memproduksi produk jurnalistik, melainkan menyebarkan propaganda untuk kepentingan tertentu.
“Karena itu, untuk menuju pers yang profesional, dewan pers mengatur regulasi untuk menguji kompetensi para jurnalis,” ucap Ruli.
Pada kesempatan ini, Ruli juga mengucapkan selamat Hari Pers Nasional 2022 dan mengapresiasi peran pers yang telah menjalankan tugas-tugas jurnalistik dalam menyebarluaskan informasi kebijakan, program, dan kerja pemko Tanjungpinang.
“Saya ucapkan terima kasih karena telah konsisten mewartakan kerja-kerja pemerintah. Mudah-mudahan, pers sebagai pilar demokrasi semakin memperkuat komitmen untuk mendukung masyarakat agar berperan di dalam demokrasi,” ucapnya.
Ahli Pers Dewan Pers, Zamzami A Karim mengatakan pers sebagai pilar demokrasi sudah seharusnya dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalistik harus memegang prinsip demokrasi, keadilan, dan surpremasi hukum.
“Oleh karena itu, ada kode etik, ada koridor yang diatur dalam undang-undang. Tetapi, tidak boleh mengabaikan undang-undang yang mengatur tata prilaku hubungan antara masyarakat,” ucapnya.
Untuk itu, dewan pers menganjurkan dan mendorong property rights dan juga profesionalime wartawan melalui peningkatan pendidikan seperti uji kompetensi wartawan.
“Karya-karya jurnalistik itu harus di tulis dengan bahasa yang benar, diksi yang tepat sehingga menghasilkan karya yang bisa di hargai, bukan propaganda. Kerja pers tidak boleh berpihak, harus independen,” ucapnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Alfiandri mengatakan sebenarnya dalam mendirikan perusahaan media, tentu ada sejumlah izin dan syarat kelengkapan yang harus dipenuhi. Begitu juga, dalam menerbitkan berita ada ruang editor untuk mempublikasikan berita yang layak di konsumsi masyarakat.
“Editor ini yang menyaring apakah berita itu layak atau tidak layak untuk diterbitkan. Sehingga informasi itu memuat konten yang produktif, bukan provokasi,” ucapnya.
Namun, kata Alfiandri, karena mudahnya era digital saat ini banyak ruang-ruang yang bisa di manfaatkan oknum-oknum seolah-olah mereka berizin sehingga hadirnya orang-orang menulis sebagai alat propaganda.
Menurutnya, proses lahirnya media sebagai alat informasi kalau diingat masa kemerdekaan itu diwarnai hadirnya orang yang menulis sebagai alat propaganda. Namun propaganda seperti apa yang harus di sikapi para media.
“Karena itu, perlu dikontrol didalam konten propaganda yang disampaikan dan informasi yang tawarkan, sehingga masyarakat tidak dibikin panik dan tidak nyaman,” ucapnya.
Editor: Antoni