Banten, jurnalkota.id
Sejumlah orang luar Banten berperilaku “aneh” tiba-tiba saja “sok tau” menyatakan hutan tanah Ulayat Baduy rusak. Padahal, mereka tak tahu batas-batas geografis wilayah Ulayat Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang berbatasan dengan wilayah Jawa Barat.
Pemerhati Budaya Banten, Uday Suhada dan Wakil Sekjen Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Suryadi, M,Si secara terpisah, Selasa (20/7/21) di Serang (Banten) dan Jakarta, senada mengatakan, dari rekaman video yang beredar menunjukkan mereka itu serampangan menyimpulkan hutan adat Baduy telah mengalami kerusakan.
“Mereka itu tidak tahu mana wilayah Ulayat Baduy dan mana pula wilayah luar Baduy yang melingkarinya. Jangankan melihat langsung kondisi hutan di dalam wilayah Baduy, baik geografis maupun batas-batasnya saja, mereka tidak tahu. Lha, Gunung Salak di Provinsi Jawa Barat, dikatakan masuk wilayah (hukum) Polda Banten,” urai Suryadi.
Suryadi dan Uday heran dengan keserampangan mereka dalam video tersebut. Apalagi, mereka yang mengklaim sebagai mahasiswa perguruan tinggi swasta (PTS) di Jakarta serta di Jawa Barat yaitu Karawang dan Bogor itu, membuat kesimpulan tidak berdasarkan fakta dan data berbasis riset yang benar.
Uday baru saja ke Baduy menghadiri syukuran kelahiran seorang bayi dari salah satu keluarga di situ, Sabtu lalu (18/7/21). Ia mengaku sama sekali tak mendengar keluhan warga tentang kerusakan hutan Baduy. Padahal, dalam kesempatan itu, ia “konko berjarak” dengan warga Baduy, termasuk Jaro Pameretah (Kepala Desa) Kenekes, Saija.
Jadi, lanjut Uday, wajar saja kalau Jaro Saija yang mewakili warganya tidak terima hutan adat Baduy dikatakan telah rusak.
“Orang luar tidak bisa sembarangan masuk ke situ. Lantas, siapa yang merusak? warga Baduy (Dalam dan Luar) sendiri, jelas tidak mungkin. Mereka itu kuat berpegang pada pikukuh (ketentuan) adat dalam menjalani kehidupan, khususnya untuk menjaga kelestarian Alam lingkungan,” kata Uday, penterjemah warga Baduy
Oleh karena itu, Uday mengimbau, sekarang sebaiknya mereka yang membuat rekaman dan mengedarkan video itu, minta maaf saja pada warga Baduy.
“Mereka sudah menyakiti hati warga Baduy. Minta maaf adalah jalan terbaik. Bisa saja kan ada yang tidak suka karena para petambang emas liar (PETI) di gunung hutan luar Baduy, kini tak bisa lagi beraktivitas lantaran Polda Banten menertibkan dan menangkapi para PETI itu,” timpal Suryadi.
Keduanya curiga ada “pihak penggerak” di balik konten video tersebut. Apalagi, mereka yang mengaku tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Penjaga Kelestarian Alam dan Budaya (AMPKAB) itu, di awal konten videonya ‘ujuk-ujuk’ minta Kapolri mencopot Kapolda Banten. Mereka beralasan Kapolda telah gagal menjaga kelestarian alam suku Baduy. Pernyataan itu mereka klaim dibuat pada 14 Juli 2021.
Dulhani, sesepuh yang juga Kepala Desa Cibarani, Kecamatan Cirinten, juga membantah jika dituding di hutan lindung Gunung Liman yang berada dalam wilayah desanya, kini masih ada aktivitas tambang emas liar (PETI). Kini, menurutnya, sudah tidak ada lagi PETI sejak Polda Banten datang menertibkan dan menangkap para petambang liar (gurandil) di situ.
Bahkan, kata Dulhani, Kapolsek Cirinten Iptu Edi Sucipto telah berinisiatif dibantu unsur TNI dan pihak Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (LHK), pada Ramadhan 2021 melakukan penanaman bibit penghijauan di hutan Gunung Liman. Bibit tanaman tersebut antara lain rasamala, durian, manggis, pete, dan jengkol.
“Jadi, tidak ada alasan untuk mencopot Kapola Banten dengan alasan gagal menjaga kelestarian hutan lindung Gunung Liman,” Dulhani menyorongkan argumennya.
Jadi kerusakan lingkungan itu, jelas Suryadi, dapat dipastikan bukan di dalam wilayah ulayat Baduy, tapi di luar. “Itu terjadi di luar Baduy sudah bertahun-tahun lamanya dan pelakunya para gurandil. Jauh-jauh sebelum tahun 2.000-an itu. ” ungkap Suryadi
Irjen Pol. Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho, S.H., M.H., M.B.A. menjadi Kapolda Banten sejak 5 Januari 2021. Dalam menjalankan kepemimpinannya, Kapolda Irjen Pol. Rudy sangat memberi atensi terhadap pembinaan masyarakat dan alam lingkungan melalui pendekatan yang digali dari perpaduan kearifan lokal dan kepemimpinan formal Provinsi Banten.
Sejak awal-awal memimpin ia memutar kerja-kerja jajarannya, hingga ke enam Polres/ta dan Polsek-polsek di wilayah hukum Polda Banten, dengan membangun pendekatan PENDEKAR (Polisi yang Ngayomi, Dekat dengan Rakyat) Banten. PENDEKAR dijabarkan ke dalam “12 Commander Wish” meliputi 1) Ngaji Bareng Kapolda, 2) Rukun Ulama, 3) Yuk Ngopi Wae, 4) Subuhan Keliling, 5)Saba Pesantren, 6) Sowan Sesepuh, 7) Ronda Siskamling, 8) Guyub TNI – Polri, 9) Sinergi Tiga Pilar, 10) Warung Jumat, 11) Polisi Sayang Aak Yatim, dan 12) Penguatan Manajemen Media.
Kapolda Bantu Reboisasi
Serangkaian perayaan panen tahunan (Seba Baduy), Mei lalu (23/5/21) Kapolda Banten, Irjen Pol. Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugoroho, S.H., M,H., M.B.A. sengaja mengundang 24 warga Baduy (Dalam dan Luar), bersilaturahmi di rumah dinasnya di Serang, ibu kota Provinsi Banten. Di antara mereka yang hadir yaitu Jaro Saija dan Uday Suhada sebagai penterjemah.
Dalam kesempatan itu, Kapolda Rudy menjanjikan bantuan 5.000 bibit tanaman untuk reboisasi hutan yang berada di luar wilayah ulayat Baduy. Menurut Kabid Humas, Kombes Pol. Edy Sumardi, S.I.K., M.H. bantuan bibit tanaman untuk reboiasi itu, sudah direalisasi.
Dari 5.000 bibit yang disalurkan melalui Polres Lebak, sudah sekitar 1.500 bibit yang ditanam. Area yang sudah ditanami berada di area Gunung Liman, Desa/ Kasepuhan Cibarani, Kecamatan Cirinten. Secara keseluruhan yang akan direoboisasi di Gunung Liman seluas 490 Ha.
Pada Maret 2021 Polda Banten merilis perihal penangkapan empat tersangka pelaku tambang liar (gurandil) di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH, luar Baduy). Aktivitas mereka yang sudah berlangsung sejak lama itu, diduga menjadi penyebab banjir bandang di wilayah Kabupaten Lebak awal 2020.
Setelah itu, ada lagi penangkapan lima gurandil di kawasan yang masuk dalam wilayah Desa Ciparay, Kecamatan Cibeber, Lebak. “Mereka diproses sesuai hukum yang berlaku untuk dilanjutkan perkaranya,” kata Kombes Edy.
Pada April 2021 juga beredar video keluhan sosok tua yang mengaku sebagai Ki Pulung dari Baduy. Dalam bahasa Baduy, ia menegaskan (artinya), “Kami sudah mendapat amanat dari leluhur bahwa jika ada gunung dilebur, lembah dirusak, adat terubah. Sekarang kerusakan terjadi di Gunung Liman.”
Video Ki Pulung itu juga segera ditindaklanjuti oleh Polda Banten dengan menurunkan aparatnya ke Gunung Liman. Tetapi, saat itu tidak ditemukan aktivitas gurandil, kecuali bekas-bekasnya saja seperti galian lubang lama dan peralatan kecil seperti pahat dan linggis.
Uday Suhada mengatakan, warga Baduy sangat menjaga alam lingkungannya. Bagi mereka, wilayah yang mereka diami adalah tanah titipan dari yang Mahakuasa yang harus terus terjaga kelestariannya.
“Siapa pun tak boleh mengusiknya termasuk warga Baduy sendiri. Hukum adat berlaku, dan tidak sembarang orang luar bisa masuk seenaknya di wilayah ulayat Baduy,” ungkap Uday.
Tanah adat suku Baduy berada dalam wilayah Pemerintahan Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar. Dilihat dari batas-batasnya, Baduy dikitari oleh lima wilayah kecamatan lainnya yaitu Bojongmanik, Cirinten, Cijaku, Muncang, dan Kecamatan Sobang.
Sekadar pengetahuan, Uday Suhada yang sejak 1994 mencermati alam dan budaya Baduy, menjelaskan, secara keseluruhan luas wilayah ulayat suku Baduy sekitar 5.101,85 ha. Dari kawasan seluas itu, 3.000 ha di antaranya oleh warga Baduy dijadikan hutan tutupan atau leuweung kolot. Selebihnya, 2.000 ha dijadikan perkampungan, huma, dan hutan produksi masyarakat adat Baduy.
Secara keseluruhan wilayah ulayat Baduy terdiri atas 68 kampung, tiga di antaranya merupakan Baduy Dalam, sedangkan 65 lainnya kampung Baduy Luar. Total jumlah penduduk Baduy sebanyak 14.600 jiwa. Secara administrasi pemerintah masuk dalam Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Saat ini Desa Kenekes dipimpin oleh Jaro Saija.
Penulis: Agi