Jakarta, jurnalkotatoday.com
Empat kader Polri alumni AKABRI KEPOLISIAN/AKPOL 1983, 1988A, 1988B, dan 1989 masuk dalam kabinet Pemerintahan Presiden ke-8 Prabowo Subianto.
“Dengan segala plus-minusnya, secara positif jelas sebuah tantangan sekaligus pertanda bahwa kader-kader Polri, terpakai dan diandalkan demi negara dan bangsa. Mereka pernah ditugaskan di dalam organisasi Polri dan di luar Polri,” kata Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Komunikasi Kepolisian (PUSKOMPOL), Suryadi, M.Si kepada media di Jakarta, Senin (21/10/24).
Mereka dari Polri yang langsung diumumkan oleh Prabowo Minggu malam (20/10/24) masuk dalam kabinet itu, yakni Jenderal Pol (Pur) Prof. Dr. Budi Gunawan (BG, Akpol 1983) sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam), dan Komjen Pol Drs. Agus Andrianto, S.H., M.H. (1989) yang masih Wakapolri, sebagai Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Dua orang lainnya, yaitu Komjen Pol (Pur) Drs. Suntana, M.Si (1988A) sebagai Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub), dan Komjen Pol Drs. Purwadi Arianto, M.Si (1988B) sebagai Wakil Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Briokrasi (Wamen PAN – RB).
Tanggung Jawab Lebih
Keempatnya, punya tanggung jawab membuktikan bahwa kader Polri mampu ditempatkan di mana pun saat negara dan bangsa memanggil. Mereka juga punya kewajiban lebih, yaitu membuktikan bahwa profesional itu sekaligus taat moral dan hukum, kata Suryadi.
Jadi, lanjutnya, di mana pun bertugas secara sadar atau pun perundang-undangan, mereka menjadi suri teladan, baik di lingkungan barunya maupun bagi masyarakat. Menteri dan Wamen punya porsi professional dalam kehidupan masyarakat luas.
“Terlebih lagi, Polri tengah terus berbenah diri, termasuk dalam budaya memelihara keamanan, ketertiban, pengayom, dan pelindung masyarakat.” kata pemerhati budaya dan kepolisian itu.
Sebagai sebuah latar belakang di bidang masing-masing, selama ini keempatnya mengawali karir sejak mulai lulus Akpol sampai ke jenjang tertinggi yang pernah dipercayakan kepada mereka.
Sepanjang pengalaman itu, mereka pernah menjadi pelaksana, berada di tataran manajerial, dan pemimpin di kesatuan yang membutuhkan kapasitas pemimpin dan manajerial.
Harus diakui, di era modern ini, polisi bukan cuma “dari sononya” harus pandai bercuriga saat pada fungsinya dan tugasnya. Sebagai gambaran umum, BG seorang guru besar yang telah mengembangkan pendidikan (STIN) di bidang intelijen dalam kapasitasnya sebagai Kepala Badan Intelijen Negara(BIN).
Budi adalah salah seorang dari lulusan terbaik Akpol di angkatannya. Setelah itu, bersama sejumlah rekannya, dia langsung di-PTIK-kan. Kemudian, lanjut Suryadi, jadilah ia seorang doktorandus saat lulus dan pangkatnya masih Letnan Satu (kini Iptu).
“Setamat PTIK, dia menjadi staf yaitu Kepala Sekretariat Operasi (Kasetops) Pusdalops Resort Kota Bandar Lampung, sebelum menjadi Komandan Sektor Tanjungkarang Pusat. Waktu itu Kapolresta-nya Sjachroedin ZP (kini Komjen Pol. Pur),” kata Suryadi.
Selanjutnya, pria Solo Jateng kelahiran 11 Desember 1959 itu, banyak bergelimang di Polri dalam bidang Lalu Lintas, Pembinaan SDM, Pendidikan, dan dua kali menjadi top pemimpin kewilayahan/ Polda di Jambi dan Bali.
Di Polri, dia juga pernah di bidang pembinaan hukum. Di bidang hukum pula, dia meraih gelar tertinggi akademik sebagai doktor yang lulus dengan sangat memuaskan di Universitas Trisakti –sebuah perguruan tinggi swasta bergengsi di Indonesia.
“Dalam menjalankan pendidikan dia selalu menjadi yang terbaik termasuk ketika menyelesaikan di Lemhanas,” katanya.
Di ujung-ujung karirnya sebagai polisi aktif, dia yang juga perah menjadi Kadivpropam Polri, adalah Wakapolri. Dia satu-satunya calon Kapolri yang batal jadi Kapolri pada masanya. Setelah itu, di dua masa periode Presiden RI (ke-6 dan tujuh) menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Di sini ia meraih bintang empat sebagai jenderal polisi.
Wakapolri adalah juga jabatan tertinggi Agus Andrianto. Mantan Kapolda Sumut asal Blora, Jateng ini, direktrut oleh Prabowo mengisi kabinet untuk posisi Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan. Purwadi Arianto, adalah orang reserse yang menjadi Kepala Lemdiklat Polri, setelah sebelumnya Sestama Lemhanas, dan Kapolda Lampung.
Demikian pula Suntana. Mantan Kapolda Lampung dan Jawa Barat ini, sebelumnya adalah seorang bintang tiga yang menjadi Wakil Kepala Sandi Nasional (BSSN) RI. Sebagai orang intel, mantan Wakapolda Metro Jaya ini, meraih kedudukan tertinggi dalam organisasi Polri sebagai Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintkam) Polri.
Jadi, lanjut dia, keempatnya pernah menjadi pelaksana, duduk di tataran manajerial, dan kemudian menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing. Selain itu khusus BG, Suntana, dan Purwadi pernah bertugas di luar struktur Polri.
Akan tetapi, secara umum Polri yang dalam sejarah Indonesia pernah menjadi bagian dari militer semasa masih ABRI, adalah aparat negara yang menjalankan fungsinya langsung berhadapan dengan masyarakat.
Masyarakat Indonesia itu beragam tidak hanya dilihat dari latar belakang etnis, tapi juga agama dan budaya. Sebagaimana umum ketahui, agama dan budaya untuk bangsa Indonesia sangat berkelindan memengaruhi dinamika sosial kemasyarakatan Indonesia.
“Itulah yang harus dihadapi oleh insan Bhayangkara ketika menjalankan tugasnya sebagai polisi. Jadi, cukup beralasan dan memang sudah seharusnya mereka profesional,” ungkapnya. Red