Surabaya, jurnalkotatoday.com
Perkara gugatan PT Meratus Line terhadap PT Bahana Line pada Rabu (26/10/2022) berawal dari Persoalan pengisian bahan bakar minyak (BBM) di kapal. Dimana PT Bahana Line berperan sebagai pemasok BBM dan yang dipasok adalah kapal milik PT Meratus Line.
Dalam prosesnya “dituduh” sejumlah oknum karyawan PT Meratus Line yang “kongkalikong” dengan oknum karyawan PT Bahana Line menggelapkan sejumlah pasokan BBM untuk memperkaya diri sendiri. Setidaknya 17 oknum karyawan kedua perusahaan tersebut kini telah meringkuk di penjara Polda Jatim.
PT Meratus sendiri telah pula melakukan berbagai upaya hukum, seperti gugatan perdata. Di Pengadilan Niaga, PT Meratus telah dinyatakan dalam PKPU TETAP atas permohonan PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.
PT Meratus dinyatakan memiliki kewajiban yang harus dibayarkan ke Grup Bahana tersebut sebesar Rp 50 miliar lebih.
Pada sidang PKPU di PN Surabaya (18/10/2022), Hakim Pengawas, Sutarno, menolak permintaan perpanjangan waktu pembayaran utang kepada PT Bahana oleh Meratus karena tidak memiliki dasar yang kuat, apalagi Meratus telah menyatakan bahwa kondisi keuangannya liquid dan kuat.
Pada Sidang gugatan perdata di PN Surabaya, Rabu (26/10/2022), telah memasuki agenda mendengarkan keterangan ahli perdata.
Ahli Hukum Perdata dari Unair, Ghansham Anand: Jika pengadilan tak dapat membuktikan penipuan atau fraud maka gugatan tersebut harus ditolak.
“Jika ada dugaan penipuan dalam gugatan, maka hal itu harus dibuktikan lebih dulu dalam putusan pidananya. Artinya penipuan harus terbukti dahulu. Apabila pengadilan tidak dapat membuktikan penipuan itu, maka gugatan harus ditolak,” katanya.
Kuasa Hukum PT Bahana Line, Syaiful Ma’arif mengatakan, gugatan PT Meratus Line selama ini juga menuduh adanya dugaan penipuan atau fraud. “Dalam sidang yang menghadirkan ahli ini, kita ingin menegaskan, bahwa menurut ahli, fraud itu harus dibuktikan lebih dulu melalui putusan pidana yang bisa dijadikan dasar untuk menuntut ganti rugi,” ujarnya.
Dikatakan, gugatan PT Meratus Line berwujud gugatan wanprestasi. Namun, bila mendengarkan keterangan ahli perdata, maka harusnya hal itu tidak masuk dalam kategori wanprestasi, melainkan perbuatan melawan hukum (PMH).
“Karena dugaan penyimpangan itu dilakukan oleh karyawan Meratus sendiri yang dituduh fraud dengan karyawannya Bahana. Untuk kategori begitu, jenis gugatannya bukan wanprestasi, tapi harusnya adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH),” jelasnya.
Dalam perkara ini, kata dia, apa yang dituduhkan oleh Meratus dengan gugatan yang diajukan itu berbeda. Sehingga, gugatan wanprestasi yang dilayangkan oleh Meratus salah sasaran, lantaran dalam perkara ini para oknum karyawan yang telah melakukan PMH.
“Tadi sudah bisa kita buktikan bahwa tuduhan itu, sesuai dengan yang dituduhkan dan gugatan itu berbeda. Pertama barang itu masih ada 20 sebagai contoh, lalu barang itu disedot dijual bersama, kongkalikong di antara karyawan ini. Yang dikirim dari Bahana jumlahnya sama dengan yang diorder. Jadi dalam kategori ini Bahana tidak melakukan wanprestasi. Justru PMH yang dilakukan karyawan itu,” ucapnya.
Seharusnya yang dihadirkan pihak gugatan adalah perusahaan dan karyawan yang melakukan. Karena itu untuk membuktikan bahwa perbuatan dalam kasus tersebut adalah wanprestasi atau PMH.
“Asumsi dari pembuktian tadi sudah jelas, bahwa unsur gugatan itu tidak bisa dibuktikan semua. Karena hasil audit, dengan gugatan berbeda. Kalau hasil audit itu diisi, kemudian lebihnya dibelokin lagi untuk dijual. Sedangkan dalam gugatan, itu dikosongkan. Artinya hasilnya dikosongkan kemudian dijual bersama oleh para pihak yang kong kalikong itu,” ungkapnya.
Sementara Kuasa hukum PT Meratus Line, Yudha Prasetyawan menjelaskan, tidak mempersoalkan keterangan ahli. “Karena apa yang didalilkan ahli perdata tersebut dianggap justru mendukung pihak Meratus,” ujarnya. SYRF