Jakarta, jurnalkotatoday.com
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, menegaskan sistem peringatan dini bencana bukan sekedar sirine dengan suara keras atau sebatas broadcast informasi saja. Masyarakat perlu diedukasi tentang pentingnya mitigasi bencana.
“Sistem peringatan dini harus mudah dipahami dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keberhasilan sebuah sistem peringatan dini bencana dapat terwujud, jika masyarakat memiliki kemampuan dalam merespon peringatan tersebut. Semakin cepat dan tepat tindakan mitigasinya, maka dampak bencana tersebut akan semakin kecil,” tutur Kepala BMKG Dwikorita Karnawati yang juga sekaligus sebagai Permanent Representatif Indonesia untuk Organisasi Meteorologi Dunia, Jumat (22/09/2023).
Diskusi bertajuk “Early Warning, Early Action” tersebut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal World Meteorological Organization (WMO), Prof. Petteri Taalas, Kepala Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR), Mami Mizutori, dan Chief Sustainability Officer Google, Kate Brandt. Pertemuan tersebut diselenggarakan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kota New York, Amerika Serikat.
“Indonesia memiliki banyak sekali ancaman bencana alam, dengan jumlah populasi yang mencapai 275 juta orang. BMKG selalu berupaya membangun sistem peringatan dini yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan mempersempit kesenjangan dalam mendapatkan akses untuk keselamatan mereka,” papar Dwikorita.
Sistem peringatan dini bukan sebatas penyebaran informasi atau sirine dengan suara yang keras. Namun sebuah sistem peringatan dini yang efektif dan handal harus didukung oleh pemahaman masyarakat akan risiko bencana yang dihadapi serta cara penyelamatan diri secara mandiri, cepat, tepat dan dilengkapi dengan sistem deteksi dini berdasarkan monitoring secara sistematis – berkelanjutan.
Selain itu diperlukan juga prediksi akurat terhadap perkembangan fenomena bahaya oleh lembaga yang berwenang, diperkuat dengan sistem komunikasi dan diseminasi informasi peringatan yang juga dituntut secara cepat, tepat dan akurat, serta upaya berkelanjutan untuk menguatkan kapasitas masyarakat dalam merespon peringatan tersebut secara cepat dan tepat.
“Indonesia dan banyak negara perlu memastikan masyarakat dan seluruh pihak paham dan mengerti bahaya apa yang mengancam mereka, dan selanjutnya mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk penyelamatan diri, jika sewaktu-waktu terjadi bencana,” ujar Dwikorita.
Literasi, edukasi dan advokasi kebencanaan harus diberikan terus menerus secara berkelanjutan kepada masyarakat dan seluruh pihak terkait, termasuk pula pimpinan daerah, para pemegang kebijakan dan pihak swasta. Peringatan dini tersebut harus disebarluaskan secara merata dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang terancam bencana, dengan isi pesan dan instruksi yang jelas serta mudah dipahami untuk segera ditindaklanjuti dengan aksi yang cepat dan tepat.
“Tantangan terkait komunikasi adalah putusnya jaringan komunikasi di daerah bencana, hal ini perlu perhatian khusus, yakni dengan menyediakan saluran komunikasi berbasis satelit. Dengan begitu alur komunikasi tetap berjalan dengan lancar meskipun terjadi kerusakan infrastruktur karena bencana,” ungkapnya.
Keterlibatan aktif masyarakat menjadi kunci utama membangun sistem peringatan dini yang handal. Pengetahuan, teknologi dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat terkait bencana dan multi – bencana, tambah dia, dapat semakin memperkuat keberhasilan sistem peringatan dini yang dibangun pemerintah.
Diskusi Panel tersebut merupakan bagian dari Agenda Pertemuan Puncak Iklim – (Climate Summit) yang diselenggarakan secara pararel dengan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (UN General Assembly).
Hadir pula dalam Climate Summit tersebut Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sophaheluwakan yang juga mendukung misi BMKG untuk menyiapkan tindak lanjut dari Climate Summit tersebut ke dalam Program Organisasi Meteorologi Dunia untuk Agenda Gender Conference, serta Program World Water Council untuk Agenda 10th World Water Forum, yang akan diselenggarakan di Bali, Indonesia tahun 2024 yang akan datang. Ded