Oleh Pangihutan Simatupang
Covid-19 menguncang dunia, ciptakan kerugian di berbagai aspek kehidupan, merusak dan membunuh, tanpa ‘pilih bulu’. Kaya, maupun miskin, muda maupun tua, perempuan atau laki-laki diserang habis-habisan.
Nyaris semua tempat diserang virus yang demikian cepat berpindah ini, dengan cara mendompleng tubuh orang dan menyebar ke tubuh yang lain, sehingga bisa sampai ke kota, ke desa, bahkan ke gang pemukiman masyarakat marginal.
Kedengarannya mengerikan, tapi ini tidak berlebihan, sebab peristiwa kematian yang terjadi di beberapa negara dengan jumlah yang tak bisa dipercaya, tapi nyata. Contohnya di Amerika, mencapai 67 ribu orang yang meninggal dunia, hingga 4 Mei 2020. Dan di Italia sempat terjadi penguburan bertubi-tubi, karena banyak yang mati dalam jangka waktu yang tak berbeda jauh, di Inggris jumlah positif Covid-19 terus meningkat, apalagi di Brazil. Di Indonesia sampai pada 4 Mei 2020, yang positif 11.587, sembuh 1.954, meninggal 864.
Jika mundur ke belakang, kenapa bisa terjadi kematian sedemikian banyak, dan siapa yang salah?. Pertanyaan ini bisa berujung pada perdebatan dan saling menyalahkan. Namun jangan dilupakan, salah satu penyebab positif Covid-19, tak lepas dari kesombongan.
Sedemikian banyaknya orang yang menunjukkan kesombongan, membangkang pada aturan untuk tidak berkumpul (social distancing), tak mau menjaga jarak (pysical distancing), menolak mencuci tangan dan tak mengikuti imbauan selalu pakai masker.
Bukan hanya di luar negeri, seperti di Italia, atau di India, yang terpaksa dipukul bokongnya oleh petugas karena membandel untuk tidak keluar rumah.
Tak terkecuali di negeri tercinta ini. Contoh yang paling mudah ditemukan, di pelosok kota Jakarta, di jalan- jalan, di pasar, di tempat nongkrong anak muda. Bagi mereka biasa saja tanpa memakai masker.
Memakai masker dianggap hanya sebatas imbauan, padahal tanpa masker bisa mengakibatkan kematian, bukan hanya kepada dirinya, tapi juga bagi anggota keluarganya.
Dengan sombongnya orang seperti ini bisa tertawa ketika bercanda, bahkan ada yang menunjukkan wajah sangarnya, agar tidak ada yang menegurnya karena tidak pakai masker. Seperti kelakuan beberapa pria, pekan lalu, di sebuah gang masuk pemukiman di Jakarta Barat, tanpa masker, dengan santainya bercengkerama sambil merokok, tak peduli banyak pandangan mata yang mengarah ke mereka.
Tak bisa dipungkiri, banyak orang yang bangga dengan kesombongan atau keangkuhan, kecongkakan dan rasa takabur, sehingga menganggap enteng serangan Copid-19, yang setiap saat mengintai, siap melekat ke bagian tubuhnya, terutama ke tangannya ketika dia menyentuh sesuatu, selanjutnya dia masuk karantina, atau rumah sakit dan ditunggu kematian.
Sehingga alangkah baiknya ikutilah aturan dan imbauan pemerintah, sebelum dihajar Copid-19, tanggalkan kesombongan, buanglah keangkuhan, sebelum sombongmu berubah menjadi tangisan berkepanjangan, atau penyesalan yang tak terlupakan.*