Jakarta, jurnalkotatoday.com
Ketua CEO Indonesia yang juga Ketua Umum Moeldoko Center tidak setuju dengan kenaikan pajak tempat hiburan sekitar 40 hingga 75%, dimana Tarif pajak hiburan yang menjadi ketentuan khusus sebagai objek PBJT dalam UU HKPD mendapat protes akibat kenaikan pajak hiburan yang naik 40 persen dan maksimal 75 persen, dari sebelumnya hanya 15 persen, menuai polemik.
Sejatinya, pajak hiburan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Berdasarkan pasal 58 ayat 2, khusus tarif pajak barang dan jasa tertentu atas jasa hiburan ditetapkan paling rendah 40% hingga maksimal 75%.
Namun tarif itu akan ditetapkan lebih lanjut berdasarkan peraturan daerah dimana Pajak hiburan yang memang menjadi salah satu penopang penerimaan pajak di daerah.
Kepada awak media, Trisya Suherman mengaku mengaku tak menyetujui perihal kenaikan pajak hiburan sebesar 40 sampai 70 persen sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Menurut Trisya dengan menaikkan pajak hiburan adalah kebijakan yang keliru, akan banyak pelaku usaha gulung Tikar dan pengangguran bertambah.
“Itu kebijakan yang tidak sesuai karena tanpa ada pembahasan dengan asosiasi yang terkait,” jelas Trisya Suherman, baru-baru ini.
Dikatakan, negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Singapur, Filipina, mereka malah menurunkan pajaknya untuk menarik wisatawan datang ke negaranya. Selain itu beban konsumen tidak terlalu tinggi.
Menurut Trisya, kebijakan menaikkan pajak ini kontradiksi dengan kebijakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang ingin mendatangkan wisatawan asing maupun nusantara.
“Pajak itu kewajiban kita tapi yang wajar-wajar saja 10 persen sampai 20 persen.
Sebelumnya, Pemerintah resmi menetapkan batas bawah dan batas atas tarif pajak hiburan atau pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas kegiatan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa sebesar 40 hingga 75 persen pada tahun ini.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Lydia Kurniawati menegaskan, pungutan pajak hiburan tersebut bukanlah suatu hal yang baru.
Pungutan pajak hiburan untuk jasa diskotek dan spa sebelumnya juga sudah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“PBJT ini bukan jenis pajak baru. Pada saat UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebelum UU HKPD, ini sudah ada. Dikenalnya dengan pajak hiburan,” tutur Lydia dalam media briefing, di Jakarta. Ded