Kab.Tangerang jurnalkota.online
Ramainya pemberitaan terkait pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah Kabupaten Tangerang, menjadi catatan dan preseden buruk Instansi atau Dinas terkait (red. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan) Kabupaten Tangerang.
Hal ini disampaikan Uje selalu Ketua Lembaga Bantuan Hukum PMBI (Pengawal Masyarakat Banten Indonesia) DPAC Rajeg. Seharusnya, kata dia, Dinas terkait dalam hal ini memiliki peranan penting, agar terciptanya Lingkungan hidup yang sehat dan aman untuk masyarakat, dalam hal ini Team Monitoring Daerah, BLHD memiliki tanggung jawab penuh untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan aktif tersebut.
Namun dalam proses pelaksanaannya, kegiatan yang menghasilkan limbah baik itu B 3 atau Non B 3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Memang kata Uje, sebagian masyarakat masih belum paham dan mengetahui tentang istilah Limbah B 3.
“Limbah B 3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah Sampah yang dihasilkan dari proses kegiatan produksi yang terkontaminasi, sehingga dalam penanganannya juga harus dikelola oleh Perusahaan yang memiliki Izin resmi yang diterbitkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” terangnya.
KLHK sendiri menerbitkan beberapa izin berkaitan dengan penanganan Limbah B 3, yakni Izin Pemanfaatan atau Pengelolaan dan Izin Pemusnahan. Dalam hal ini, Izin Pemanfaatan atau Pengelolaan diterbitkan khusus untuk Pemohon yang dalam kegiatannya tersebut melakukan proses Pemanfaatan atau Pengelolaan terhadap sebagian atau seluruh item barang.
“Sedang Limbah B 3 yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan permohonan awal perusahaan pemohon izin tersebut. Dan terkait Izin Pemusnahan adalah Suatu Izin yang diterbitkan oleh KLHK, yang mana dalam proses kegiatannya Perusahaan Pemohon Izin melakukan aktifitas pemusnahan Barang Limbah B 3, yang mana Limbah tersebut disesuaikan menurut Karakteristik dan Dampaknya,” tegasnya
Dalam hal ini mengharuskan sebuah Perusahaan Penghasil Limbah B 3 untuk melakukan Pemusnahan terhadap item yang dimaksud, sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, antara Penghasil Limbah B 3 dengan Pemanfaat/Pengelola atau Pemusnah serta diharuskan saling bekerjasama dengan DLHK/KLHK yang Notabene memiliki andil besar terciptanya Lingkungan Hidup yang Layak dan Sehat, untuk masyarakat melalui Monitoring dan pengawasan terhadap alur,” tuturnya
Dimulai dari Kerjasama Penanganan Limbahnya samai dengan Proses akhir Pengelolaan Limbah B 3 tersebut
“Kita uraian jika terjadi sebuah ‘Wanprestasi’ pengelolaan Limbah B 3 yang berdampak merugikan masyarakat, tentunya yang paling bertanggung jawab adalah DLHK, sebagai Pengawas dan KLHK sebagai penerbit dan pemutus terbitnya perizinan,” tandanya.
Dugaan ‘Wanprestasi’ Pengelolaan Limbah B 3 Oleh PT. Sinergi Prima Sejahtera berdasarkan temuan Team Investigasi Awak media di lapangan, melihat adanya sebuah keganjilan atas kegiatan di PT. Sinergi Prima Sejahtera, dan kuat dugaan bahwa sejak lama aktifitasnya selama ini jelas tidak mengacu kepada Izin yang mereka miliki,” tuturnya
Penelusuran Uje, Ketua DPAC LBH PMBI (Lembaga Bantuan Hukum – Pengawal Masyarakat Banten Indonesia) Kecamatan Rajeg ini menurutnya, selama ini PT. SPS yang berlokasi di Kp Pasirandu Kel. Binong dari laporan warga sekitar yang pihaknya terima, kegiatan tersebut sudah lama berlangsung sekitar enam bulan berjalan. “Tetapi DLHK dan KLHK sama sekali ‘Tutup Mata’, tanpa ada upaya atau melakukan tindakan tegas, denganadanya dugaan ‘Wanprestasi’ pengelolaan limbah yang saat ini justru diduga dikubur ke tanah,” terangnya.
Memang sebelumnya, pada Tahun 2019 diketahui bahwa PT. SPS berdomisili di Kawasan Kroncong
Uje berharap, ada tindakan tegas dari pihak terkait. “Kita akan segera laporkan permasalahan limbah B3 ini ke anggota dewan, ya kita sudah komunikasi dengan dewan fraksi PKS,” ungkap Uje.
Penulis: Dawiri