Jakarta, jurnalkota.online
Suluran air dan kali di Kelurahan Kosambi Kecamatan Cengkareng, Kota Administrasi Jakarta Barat berwarna hitam pekat. Kondisi tersebut menjadi pertanyaan, dari mana sumber limbah yang berada di kali tersebut.
Pantauan di lapangan, di sekitar wilayah tersebut ada Usaha Laundry yang terletak di RW 02/ RT 06 Kelurahan Kosambi Kecamatan Cengkareng. Namun ketika hal ini ditanyakan ke pihak pengelola usaha tersebut, menyatakan, pihaknya memliki wadah penampungan.
Hari, yang mewakili pengusaha laundry mengatakan, untuk usaha ini benar laundry, tapi sebelum membuang air limbah itu ke sungai, terlebih dahulu ditampung di dalam bak penampungan.
“Kita di sini mempunya bak penampungan air limbah, sebelum kita buang ke sungai, untuk izin Usaha semua ada,” ungkap Hari, Selasa (26/10/21) di lokasi usaha Laundry Kelurahan Duri Kosambi.
Terkait limbah jenis berbahaya, menurut Pengamat Lingkungan Hidup Thamrin M Yasin SH, limbah laundry salah satu Bahan Berbahaya Beracun (B3) pada industri tekstil. Penggunaan zat warna dan beberapa zat warna yang dikenal mengandung Cr, sepert senyawa Na2cr2o7 atau senyawa Na2cr3o7.
“Limbah Laundry itu termasuk Limbah B3, karena di dalam pewarna tekstil terdapat beberapa zat kimia,” ungkap Thamrin M Yasin SH. di kantor Selasa ( 26/10/21)
Thamrin menambahkan, laundry yang membuang limbahnya pada Daerah Aliran Sungai (DAS), hal tersebut tentu saja dapat mengurangi kualitas lingkungan, khususnya air dan tanah. Permasalahan yang timbul akibat buang limbah industri sembarangan tersebut.
“Efek Limbah Laundry umumnya meliputi masalah Biochemical oxygen Demand (BOD). Chemical oxygen demand (COD). Total suspended solid (TSS) dan logam berat seperti Co,Cr, dan Zn yang berada dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Bahkan, melebihi konsentrasi ambang batas yang diperbolehkan menurut KEPMEN KLH NO 4 tahun 2002,” tambahnya.
Thamrin berharap, bahwa
dalam Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 pasal 103, bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 harus mengelola limbah yang dihasilkannya. Sementara, dalam Pasal 104 disebut bahwa setiap orang yang
membuang limbah secara sembarangan dapat didenda maksimal Rp 3 miliar dan penjara maksimal 3 tahun.
Dia meminta instansi terkait turun ke lapangan. “Saya rasa aturan itu sudah jelas, kenapa LH DKI Jakarta tidak pernah bertindak, atau memang ini ada pembiaran,” ungkap Thamrin .
Penulis : Awal/ HS