Jakarta, jurnalkota.id
Rencana initial public offering (IPO) subholding Pertamina sudah sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 33. Pasalnya, tujuan masuk ke bursa saham adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bahkan, IPO juga bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan, yang berarti pula mengurangi beban APBN.
Hal ini dikatakan pakar hukum bisnis Ary Zulfikar di Jakarta, Jumat (10/7/2020). “Filosofi Pasal 33 adalah untuk kemakmuran rakyat. Kalau pada akhirnya tujuan (IPO subholding Pertamina) sesuai untuk kemakmuran rakyat itu sendiri, mengapa tidak? Malah, dengan IPO kita bisa memonitor lebih jauh,” katanya.
Apalagi menurut dia, yang masuk bursa saham adalah subholding atau anak perusahaan Pertamina, bukan Pertamina sebagai BUMN. “Jadi sepanjang tujuannya untuk meningkatkan kinerja, transparansi, kompetisi, dan stabilitas, maka itu adalah aksi korporasi yang positif,” papar Ary.
Dengan demikian, lanjut Ary, masuknya subholding ke bursa saham hanya merupakan salah satu metode untuk kemakmuran rakyat itu sendiri. “Kecuali kalau bukan untuk kemakmuran rakyat, (barulah ditolak). “Wong ini larinya juga ke holding, yaitu Pertamina sebagai BUMN. Dan akhirnya juga untuk rakyat,” tukasnya.
Dalam konteks Pasal 33 ayat (1), Ary menjelaskan bahwa “dikuasai” adalah dalam konteks negara (dalam hal ini BUMN) mengontrol cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak tersebut.
“Pengertian ‘dikuasai’ adalah dikontrol. Artinya, kalau dikuasai tetapi tidak mampu menghasilkan yang optimal kan percuma. Jadi, sebenarnya bagaimana kita menterminologikan tadi. Bahwa BUMN memang harus cari untung dan keuntungan tersebut dikembalikan kepada rakyat,” jelas Ary.
Selain itu jika merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/2012 dan Nomor 85/2013, imbuh Ary, juga harus dikembalikan pada filosofi Pasal 33 UUD 1945 tadi. Dalam konteks demikian, maka yang dilihat adalah bagaimana cara BUMN tersebut mengelola dan mencari keuntungan. “Jadi, ini masalah engineering-nya saja,” lanjut dia.
Rencana IPO subholding Pertamina, jelas Ary, juga sejalan dengan UU tentang BUMN dan UU tentang Perseroan Terbatas. Termasuk Pasal 2 UU tentang BUMN, bahwa BUMN berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Sebab, lanjut Ary, keuntungan yang diperoleh subholding akan dikembalikan juga kepada Pertamina sebagai holding. Termasuk masalah pendanaan, bahwa entitas bisnis bisa melakukan berbagai cara untuk melakukan efisiensi. “Makanya dibentuk BUMN, karena tujuannya untuk mencari untung,” tegasnya.
Dalam kaitan itulah, Ary melihat bahwa IPO subholding Pertamina memang positif dan membuat Pertamina lebih optimal. Pertama, lanjut Ary, dilihat dari sisi kelembagaan. Dari sisi ini, maka subholding akan lebih transparans dan akuntabel. Kinerja perusahaan bisa dimonitor, sehingga manajemen harus berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Dan kedua, dari sisi operasional, bahwa tujuannya adalah untuk mencari keuntungan guna kemakmuran rakyat. “Dalam hal ini, perusahaan go public akan lebih lincah, efektif, dan efisien,” pungkasnya.(Sya)