Garut, jurnalkotatoday.com
Pengelola Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal) akan melayangkan somasi kepada Prof. M. Faiz Syuaib sebagai Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat, Kemenristek Dikti.
Somasi yang akan dilayangkan itu karena review yang dilakukan Dikti terhadap Jurnal Bircu, dinilai pengelola telah mencemarkan nama baiknya.
Di mana akibat review Dikti tersebut, Birci Journal dinyatakan dicabut akreditasinya. Hal ini disampaiakan Muhammad Ridwan selaku chief editor Birci Journal, Minggu (16/10/2031).
Menurutnya, ada beberapa kesalahan fatal yang ditemukan ketika Kemenristek Dikti melakukan review terhadap Birci Journal.
Kesalahan itu antara lain, yang pertama, pihak Dikti mencantumkan foto Muhammad Ridwan sebagai chief editor ternyata foto tersebut bukan foto Muhammad Ridwan.
” Bagaimana Dikti bisa salah padahal sudah tercantum foto tersebut di website jurnal kami. Tinggal melihat di websitenya yang notabene open access journal tapi masih salah,” katanya.
Kedua Dikti mengatakan, tidak ada sistem review. “Kalau tidak ada sistem review, untuk apa kami cantumkan reviewer di website kami. Dan proses review menggunakan skala angka. Pertanyaan kami, sebelum Prof. M. Faiz Syuaib sebagai Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat menjabat, sudahkah beliau memahami jurnal,” ungkapnya.
Kemudian yang ketiga, jika Muhammad Ridwan sebagai chief editor menangani 10 jurnal bagaimana dengan M. Faiz Syuaib yang harus mengakreditasi ribuan jurnal. “Ini tidak masuk akal, terbukti hasil review terhadap jurnal kami bersalahan. Contoh yang terkini awalnya Birci Journal kami lolos desk evaluasi pada 10 Februari 2022, tiba-tiba tidak lolos desk evaluasi pada 17 September 2022. Ini pekerjaan apa,” katanya.
Lanjut Muhammad, dalam surat Dikti No; 0998/E5.3/HM.01.00/2022 tanggal 23 September 2022 menjelaskan perihal pelanggaran yang disematkan Dikti terhadap Birci Journal bahwa jurnalnya telah melakukan fabrikasi dan plagiasi.
“Jika Dikti mengatakan pelanggaran fabrikasi, yang kami pahami bahwa menerbitkan artikel dalam jumlah banyak, perlu kami sampaikan bahwa kami menemukan banyak jurnal terindex Scopus yang menerbitkan banyak artikel. Nama jurnal: International Journal of Energy Economics and Policy Energy Economics Q2, https://econjournals.com/index.php/ijeep/aimsandcope. Ini saya kasih satu contoh jurnal yang terindex Scopus dan menerbitkan artikel di atas 20 dan tidak konsisten dalam jumlah artikel pada setiap penerbitan,” katanya.
Adakah Kemenristek Dikti membuat batas jumlah artikel yang boleh diterbitkan. ” Mohon dijawab berdasarkan peraturan yang sudah Anda buat dan tak mengada-ngada,’ sambungnya.
“ Kemudian soal Plagiasi, itu tanggung jawab penulis itu sendiri. Apabila si penulis sudah mengirim artikel ke satu jurnal, maka si penulis tidak boleh mengirim artikel tersebut ke jurnal lainnya sampai semuanya tuntas dari penerbit pertama. Sementara kami dari penerbit sudah mereview dan melakukan turnitin artikel tersebut dan hasilnya di bawah 20% dan sudah ditanyakan ke penulis bahwa tulisan tersebut belum diproses ataupun belum diterbitkan ke jurnal lain. Jika ternyata setelah kami terbitkan kemudian diterbitkan juga oleh jurnal lain, itu bukan tanggung jawab kami tapi tanggung jawab penulis,” jelasnya.
“ Jika hasil turnitin penerbit dan hasil turnitin yang Dikti punya berbeda, tolong Dikti buat turnitin sendiri untuk jadi acuan jurnal. Bukan turnitin buatan orang yang Dikti gunakan,” katanya.
Selain itu Muhammad juga mempertanyakan soal keterangan Discontinue yang disematkan di jurnalnya.“ Kami juga ingin menuntut pidana atas istilah discontinue yang Dikti labelkan ke jurnal kami karena menimbulkan multitafsir bagi penulis seolah-olah jurnalnya sudah tidak bisa terbit lagi,” katanya.
Akibat dari status Discontinue yang Dikti terapkan, untuk Volume 1 nomor 1 tahun 2018 sampai dengan Volume 4 nomor 2 tahun 2021, bahwa itu dinyatakan sah dan tetap berlaku. Akibat hal yang demikian, banyak penulis yang memaksa untuk menarik artikelnya yang sudah terbit di Volume 4 no 3 tahun 2021 sampai Volume 5 No 3 tahun 2022.
“Padahal artikel tersebut sudah terbit dan sudah menyebar ke mana-mana. Apabila kami cabut dari sistem, tapi masih ada jejaknya baik di Google Scholar, ResearchGate, Academia dan lain-lain sementara di jurnalnya sudah tidak ada. Bagaimana ketika penulis internasional yang selama ini sudah melakukan sitasi terhadap beberapa artikel yang tebit di Birci Journal tetapi ketika mereka lihat artikel yang disitasi tak ada lagi?. Bagaimana petanggung jawaban akademik Anda,” katanya.
Dikatakan, para dosen maupun peneliti luar negeri sangat heran dan mereka mentertawai surat Dikti ini. “Saya secara pribadi sangat malu kepada kolega-kolega kami di luar negeri,” katanya.
Atas kerugian moril dan materil akibat pencabutan akreditasi ini, pihak managemen Birci Journal rencanannya akan mengambil langkah hukum terhadap Prof. M. Faiz Syuaib sebagai Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Sementara, wartawan pada Kamis 12 Oktober lalu sudah berusaha menemui Direktur Riset, Teknologi dan Pengabdian masyarakat untuk meminta klarifikasi perihal pencabutan Birci Joirnal. Namun sayang berdasarkan keterangan staf di Dikti bahwa direktur tidak bisa ditemui karena tengah berada di luar.
Begitupun untuk pejabat di bawah Direktur juga tengah melakukan kunjungan kerja ke luar, dalam beberapa hari.
Staff tersebut juga menjelaskan bahwa pihak Dikti sudah menerima surat email dari management Birci Journal dan akan segera membalas suratnya melalui email.
Pihak Dikti menurut staff tersebut juga mempersilahkan jika hendak melayangkan audiensi dengan Direktur, perihal pencabutan akreditasi tersebut. Di lain sisi, surat email yang dilayangkan media kepada Dikti juga tak ada balasan apapun. Untuk informasi lebih lanjut, terus diupayakan knfirmasi ke pihak terkait.
Penulis: H.Ujang Slamet/Saepul Zihad