Jakarta, jurnalkotatoday.com
Pengadilan Negri Garut gelar sidang dugaan penganiayaan dengan terdakwa RDWS, MP, dan RSI pada Kamis, 2 Mei 2024. Kali ini Jaksa penuntut umum menghadirkan dua saksi, yaitu Dedi Hidayat dan Dede Wawan Setiawan yang merupakan Kepala Desa aktif Desa Padasuka Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut Jabar.
Di bawah sumpah, Dede Wawan Setiawan menerangkan kepada Majelis Hakim bahwa dirinya datang ke Puskesmas Ciikajang hanya berdua dengan anaknya yang bernama Dida Komara dengan menggunakan mobil.
“Jadi waktu itu saya (dede wawan setiawan/Kades Padasuka Kec. Cikajang-Garut) datang ke Puskesmas Cikajang karena ditelpon oleh pak Dedi, katanya ada yang nanyain, lalu saya datang ke Puskesmas berdua dengan anak saya Dida Komara menggunakan mobil,” kata Dede kepada Hakim yang dipimpin Sinta Gaberia Pasaribu, S.H., M.H.
Selain itu, Dede juga mengakui kalau dirinya tidak berbarengan menyebrang dengan korban Oim Abdurohman.
“Saat menyebrang, saya tidak bareng dengan saudara korban Oim,” terang Dede kades padasuka.
Persidangan pun berjalan tegang saat pengacara tiga terdakwa mencecar pertanyaan kepada Kepala Desa Padasuka, Dede Wawan Setiawan yang saat itu duduk menjadi saksi.
Saudara saksi, tanya Pengacara, dalam keterangan saudara saat diperiksa oleh penyidik, saudara menyebutkan yang pertama melakukan pemukulan adalah saudara Dedi, setelah itu RDWS, MP, RSI, saksi Owen, Megi. Namun pada keterangan saksi yang lainnya nama Megi tidak disebutkan. “Yang benar yang mana?”.
Dede menjawab tidak, itu salah.
Pengacara kembali menanyakan. “Yang benar ada saudara Megi atau tidak?”.
Dede Pun dengan sedikit gugup menjawab tidak benar. “Tidak ada Megi, salah itu,” katanya.
Karena adanya perseteruan, Hakim Anggota memperjelas. ‘Saudara saksi yang ditanyakan oleh pengacara ada dua keterangan saudara saksi yang berbeda di berita acara pemeriksaan, yang benar yang mana?, apakah yang ada Megi atau tidak ada,” tanya Hakim Anggota.
Lantas Dede pun menjawab tidak ada Megi.
Terpantau, persidang berjalan cukup lama, setelah Jaksa Penuntut Umum dan Pengacar terdakwa mengakhiri cecaran pertanyaan, Hakim Ketua pun menanyakan kepada ketiga terdakwa apakah dari keterangan saksi Dede Wawan Setiawan tadi ada yang keberatan, para terdakwa yang berada di samping pengacaranya menjawab, “Ada yang mulia”.
Hakim pun bertanya, yang mana keterangan yang terdakwa keberatan.
Terdakwa pun menjawab, yang keberatan pak Kades menyebutkan datang ke Puskesmas Cikajang hanya berdua dengan anaknya Dida. “Padahal dalam satu mobil itu ada empat orang, yaitu pak Kades, saya (Terdakwa RDWS), dan dua anaknya pak Kades (Dida dan Megi),” kata terdakwa.
Ada lagi gak, tanya Hakim. Ada yang mulia, jawab terdakwa. Yang mana kata Hakim.
“Yang pak Kades menyebutkan Megi hanya memvideo saja, padahal Megi selain memvideo juga ikut menendang korban, bahkan setelah kejadian, Megi menunjukan video itu kepada kami (para terdakwa),” kata terdakwa.
Ada lagi gak, tanya Hakim, ada yang mulia, jawab terdakwa. Apa, tanya Hakim. “Tadi pak Kades menyebutkan dalam percakapan melalui telepon dengan pak Dedi tidak bilang ‘kumpukan anak-anak’, padahal ada, kan saya satu mobil, mendengar percakapan itu,” kata terdakwa.
Setelah persidangan, Pengacara ketiga terdakwa, Asep Muhidin, SH., MH menyampaikan, keterangan saksi Dede Wawan Setiawan tercium adanya dugaan rekayasa atau bohong, tidak jujur, itu bisa mencelakai dirinya sendiri.
“Apa yang disampaikan saksi Dede Wawan Setiawan tadi itu ketahuan bohongnya, seperti contoh keterangannya dalam BAP pertama dengan BAP kedua. Pada BAP pertama nama Megi disebut, tetapi pada BAP kedua nama Megi hilang. Kami menduga ini ada rekayasa dalam memberikan keterangan. Karena terlihat bagaimana cara saksi Dede menjelaskan kepada majelis Hakim tadi, kan gugup. Ini bisa bahaya loh untuk saksi, bisa jadisetatus saksi berubah menjadi terdakwa,” kata Asep di halaman Pengadilan Negeri Garut, Kamis, (2/5/2024).
Lanjut Asep, Hakim pun telah memperingatkannya kepada saksi Dede agar jujur, karena Hakim memiliki kewenangan secara ex officio (karena jabatannya) sebagaimana kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 174 KUHP.
Intinya, sebut Asep, klien kami memamg bersalah, dan telah mengakui kesalahannya, namun telah ada perdamaian dengan korban ada kok buktinya dan telah diakui bahkan disampaikan oleh korban kepada Hakim.
“Kami akan terus menggali fakta-fakta, jangan sampai ada yang terdzolimi. Seperti nama Megi disebut dalam BAP tetapi penyidik tidak memeriksa Megi sama sekali, kan aneh.” katanya.
Asep mengingatkan agar dalam memberikan kesaksian dipersidangan jangan sekali-kali memberikan kesaksian palsu atau bohong, apalagi merugikan terdakwa.
“Jangan sampai siapa pun dalam memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan menerangkan kesaksian bohong, saksi itu telah disumpah dulu loh, terus kalau kesaksian palsu atau bohong itu merugikan terdakwa, jelas bisa dilaporkan berdasarkan Pasal 242 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) yang menyebutkan, jika keterangan palsu atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,” tegas Asep.
Penulis: H.Ujang Slamet