Jakarta, Jurnalkota.id
Pengamat Kebijakan Energi Nasional, Sofyano Zakaria mengatakan, bahwa pemerintah bisa mengambil kebijakan untik menyimpan selisih harga yang muncul akibat anjloknya harga minyak dunia sebagai cadangan yang bisa digunakan untuk menahan harga bahan bakar minyak (BBM) agar tidak langsung naik jika harga minyak dunia kembali merangkak naik.
“Sebaiknya Pemerintah mengambil kebijakan bahwa selisih harga yang dihasilkan akibat penurunan itu disimpan sebagai cadangan, jadi ketika harga minyak dunia merangkak naik lagi, bisa digunakan untuk menahan harga BBM agar tidak langsung naik,” kata Sofyano kepada Jurnalkota.id, Minggu (05/4/2020).
Menurut Sofyano, pemerintah harus bisa memahami psikologis konsumen BBM di dalam Negeri yang secara umum belum memahami benar sehingga ketika harga BBM naik tidak otomatis bisa menerima kenaikan harga yang pada akhirnya merepotkan pemerintah sendiri.
“Untuk itu sekali lagi saya imbau, di tengah harga minyak dunia yang akan selalu fluktuatif ini maka selisihnya perlu dijadikan cadangan untuk nanti menahan naiknya harga BBM. Pemerintah dan badan usaha dalam hal ini Pertamina harus bijak menyikapinya,” tukas Sofyano.
Lebih jauh ia mengatakan, turunnya harga minyak dunia saat ini juga tidak menjamin bahwa harga tersebut selamanya akan bertahan pada posisinya sekarang. “Harga minyak dunia sewaktu-waktu bisa naik misalnya hanya dengan komunikasi antara pemimpin Amerika dengan Raja Arab Saudi dan pemimpin Rusia, dan ini harus disikapi secara bijak,” ujar Direktur Eksekutif Puskepi ini.
“Tidak ada yang bisa menjamin harga minyak akan bertahan lama di angka USD 20an per barrel. Dan ini bisa merepotkan negara mana pun yang tak terbiasa menentukan harga minyak dalam negeri mereka berdasarkan harga pasar dunia,” paparnya .
Masih menurut Sofyano, bagi Indonesia yang pengadaan minyaknya terikat pembelian secara berkala dengan pemasoknya, maka harga BBM-nya tidak serta merta harus turun ketika harga minyak dunia turun.
“BBM yang tersedia saat ini pada dasarnya minyak mentahnya sudah dibeli sejak dua atau tiga bulan yang lalu, sehingga jika dipaksa harus turun maka ini bisa membuat rugi Pertamina sebagai badan yang diandalkan negeri ini dalam penyediaan BBM dalam negeri,” tukasnya.
“Publik harus memahami hal ini karena BBM yang beredar saat ini bukan berasl dari minyak mentah yang dibeli Pertamina pada hari ini juga,” lanjutnya.
Sementara itu, terkait harga BBM untuk industri seperti solar, maka Pertamina tentunya harus menyesuaikan harga jualnya karena selama ini harga industri selalu dikoreksi per tanggal 1 dan tanggal 15 setiap bulannya. “Tanpa mengoreksi ini, maka Pertamina bisa kekurangan pembelinya yang beralih ke badan usaha swasta lain yang berbisnis BBM industri dan marines dengan harga pasar dan, ini malah merugikan Pertamina sendiri,” pungkasnya.
Penulis: Syarief Lussy