Prof Hikmawanto: Sebagai Entitas Bisnis, Wajar Pertamina Pilih Restrukturisasi

Primaderma Skincare
Jakarta, jurnalkota.id
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Hikmawanto Juwana mengatakan, bahwa sebagai entitas bisnis, maka hal yang wajar jika Pertamina memilih melakukan restrukturisasi.
“Pertamina sekarang ini murni operator yang hanya menjalankn bisnis, jadi wajar saja kalau melakukan restrukturisasi. Dan itu sesuatu yang biasa seperti yang juga dilakukan perusahaan-perusahaan besar di luar negeri,” kata Hikmawanto dalam webinar yang digelar Energy Watch, Minggu (26/7).
Ia juga menampik adanya anggapan sejumlah pihak seakan-akan Initial Public Offering (IPO) merupakan upaya penjualan aset. “Apakah IPO itu menjual aset negara, tidak juga. Perusahaan kan punya beberapa opsi untuk mendapatkan fresh money, seperti obligasi ataupun IPO. Apalagi di dunia migas IPO itu hal yang sudah biasa. Contohnya Saudi Aramco yang sejak 2019 sudah IPO,” tukasnya.
“Yang penting kita jaga di PT Pertamina perseronya. Kalau anak-anak perusahaan melakukan IPO tidak masalah. Buktinya ada PGN. Memang sih itu sudah dilakukan sebelum gabung dengan Pertamina. Kemudian perusahana asing anak usahanya boleh tbk, kenapa Pertamina tidak,” beber Hikmawanto.
Sementara Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, IPO merupakan salah satu cara perusahaan mendapatkan pendanaan untuk mendukung upaya restrukturisasi dan pengembangan bisnis. Adapun belanja modal (capital expenditure/capex) Pertamina untuk 6 tahun ke depan ditaksir mencapai sebesar USD133 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 1.942 triliun dengan asumsi kurs saat ini Rp 14.602 per dolar AS.
“Kami sudah memetakan kemampuan kita itu 47 persen (dari total capex), 15 persen itu equity financing, 10 persen project financing, 28 persen ini external fund. External fund ini bisa dari berbagai cara bisa bonds, bisa pinjam ke perbankan dan bisa IPO,” jelas Nicke pada kesempatan yang sama.
Diantara tiga opsi tadi, lanjut dia, IPO menjadi pilihan paling menguntungkan karena memiliki akses jumlah pendanaan yang luas, tidak dibatasi tenor dan pengembaliannya (dividen) lebih fleksibel. Berbeda dengan surat utang dan pinjaman ke perbankan.
Selain dibatasi tenor, pendanaan dari surat utang dan perbankan juga dibatasi oleh debt to equity ratioatau perbandingan jumlah utang dengan ekuitas perusahaan. Semakin besar utang perusahaan, semakin besar pula debt to equity ratio nya, dan tentu akan berpengaruh ke kondisi keuangan perusahaan.
“Kenapa kita nggak bonds saja, ya, tapi nanti debt to equity ratio nya ke-hit (terpukul), dan dana juga harus dikembalikan. Kalau IPO lebih fleksibel karena nggak terdampak debt to equity ratio dan tidak usah mengembalikan pokok-pokok pinjaman. Sebenarnya, ada plus minusnya,” papar Nicke.
Nicke juga membeberkan, perusahaan minyak dan gas besar di dunia seperti Petronas, BP Energy, PTT hingga ExxonMobil melakukan IPO anak usaha untuk mengembangkan bisnis mereka. “Kita lihat seperti Petronas, dari lima sub holdingnya empatnya di IPO. Sama saja dengan BP, PTT, Exxon ini jadi salah satu opsi perusahaan-perusahaan untuk tumbuh dan mengembangkan usahanya,” pungkasnya.(zsya)
Primaderma Skincare
Primaderma Skincare

Tinggalkan Balasan