Garut, jurnalkotatoday.com
Kelompok Pedagang Bunga Hias (KPBH) mendatangi kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Garut, Kamis 21 Maret 2024. Kedatangan puluhan pedagang bunga hias tersebut untuk audiensi dengan pejabat di Dispora Garut. Namun sayang tak satupun pejabat Dispora yang bersedia menemui massa KPBH tersebut.
Salah seorang staf Dispora mengatakan bahwa Kepala Dinas tengah melakukan kunjungan tarawih keliling (Tarling) ke Garut Utara. Lalu audiensi pun dijadwalkan ulang pada hari Senin 25 maret 2024 jam 10 pagi. Hal itu disampaikan melalui surat resmi Kepala Dispora Garut.
Massa KPBH pun membubarkan diri setelah menerima pengumuman tersebut. Padahal mereka ingin menyampaikan unek-unek ke Dispora.
Disebutkan, tujuan audiensi tersebut untuk menindaklanjuti surat dari Dispora Garut yang sebelumnya dilayangkan ke KPBH, bahwa dalam tanggal 27 Maret 2024, harus sudah mengosongkan wilayah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan Kerkhof tepat di pertigaan jalan Merdeka.
Dalam keterangan tertulisnya, Kadispora meminta bahwa pedagang harus segera mengosongkan tempat tersebut karena mereka akan membangun gedung pemuda di sana.
Menyikapi surat tersebut, Para pedagang merasa keberatan, pasalnya mereka sudah berdagang selama 30 tahun di tempat tersebut, dan tiba-tiba akan diusir begitu saja tanpa ada musyawarah.
Hani Novianti ketua KPBH mengaku heran, karena seperti itukah etika dari pejabat Dispora Garut. “Apakah mereka tidak memiliki etika ketimuran?. Kenapa justru sikap arogansi dan otoriter yang ditunjukkan oleh pejabat Dispora,” katanya.
Hani sendiri sangat menyadari bahwasanya lahan tersebut merupakan milik dari Pemerintah Kabupaten Garut. Hani dan puluhan pedagang lainnya tidak bermaksud untuk menolak program pemerintah Kabupaten Garut.
Hani mengatakan bahwa mereka siap menjalin komunikasi untuk mencari solusi yang terbaik. “Karena segala sesuatunya bisa dimusyawarahkan dan dicari jalan keluarnya,” tuturnya.
Imas Farida, salah seorang pemilik kios bunga hias di kawasan Kerkhof menceritakan awal mula berdirinya pedagang bunga di lokasi tersebut. Ia rupanya pedagang pertama yang merintis berjualan bunga hias di lokasi tersebut di zaman Bupati Garut Dede Satibi.
Kala itu kata Imas, lahan di Kerkhof tersebut merupakan tempat pemakaman umum (TPU). Dan di era Bupati Dede Satibi, seluruh makam waktu itu direlokasi dan jadilah tempat tersebut menjadi SOR Kerkhof. “Yang kita ketahui sekarang ini. Sebagian juga terdapat ruang terbuka hijau yang diketahui salah satunya menjadi tempat jualan bunga hias tersebut,” ujarnya
Bupati Dede Satibi lah yang waktu itu menyuruh dan mengizinkan Imas dengan suaminya untuk berjualan bunga di lokasi tersebut. “Karena lahan tersebut terkesan tidak terurus atau gamblung (basa sunda). Kemudian lambat laun, berdiri pula pedagang lain mendirikan kios bunga hias bersama Imas di lokasi tersebut dan berjalan puluhan tahun sampai sekarang,” ungkap dia.
Sehingga jika melihat sejarah tersebut, menurut Imas, bahwa pihaknya tidak bisa dikatakan berjualan secara illegal di lokasi tersebut. Mereka tidak “ujug-ujug” berjualan tanpa izin dan seenaknya. Melainkan ada izin dari otoritas Pemkab Garut dalam hal ini Bupati Dede Satibi.
Walaupun, secara legalitas sampai sekarang Imas mengakui bahwa pihaknya belum mengantongi secara formil. Namun sebetulnya mereka sudah sering ingin menempuh prosedur tersebut agar berjualan secara legal dengan mengantongi legalitas.
Namun sekarang, tiba-tiba ada surat perintah dari Dispora Garut bahwa pedagang KPBH mesti mengosongkan lokasi tersebut dan diberi tempo sampai 27 Maret 2024. “Hal ini tentunya sangat tidak manusiawi dan dinilai tidak menghargai perjalanan sejarah dengan Bupati Dede Satibi,” jelasnya.
Sementara, Sekretaris Dispora Garut Cecep Firmansyah, ketika dimintai tanggapan oleh wartawan di kantornya, mengaku tidak mengetahui secara persis bagaimana aturan main dan rencana Dinas perihal penggusuran pedagang bunga tersebut.
Ia pun meminta waktu sampai hari senin 25 Maret 2024 untuk menjelaskan masalah tersebut kepada media dan pedagang.
Pihaknya menjadwalkan untuk audiensi di 25 Maret nanti dan pihaknya siap menghadirkan Kepala Dinas dan kepala bidang yang mengetahui persis perihal teknis rencana dinas tersebut.
Ketika disinggung soal rencana pembangunan gedung di Ruang Terbuka Hijau tersebut, Cecep juga tidak mau berkomentar. Apakah secara aturan boleh membangun gedung di Ruang Terbuka Hijau atau tidak.
Jika Benar Ruang Terbuka Hijau, Apakah Dispora Bisa Membangun Gedung? Ataukah Sanksi Hukum yang Dinantikan?. Jika benar lahan yang diminta Dispora itu merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pertanyaannya, apakah boleh didirikan gedung di sana?.
Hani menanyakan, apakah pejabat Dispora benar-benar tidak tahu aturannya, ataukah memang status lahan tersebut sudah tidak lagi sebagai RTH ataukah bukan RTH?. Hal inilah yang akan diperjelas dalam audiensi tersebut.
Jika lahan tersebut tercatat sebagai RTH, mestinya tidak boleh didirikan bangunan di sana. Hal tersebut tentunya akan melanggar aturan dan berpotensi ada sanksi.
Penulis: Saepul Zihad