Surabaya, jurnalkotatoday.com
Direktur Utama (Dirut) PT Meratus Line, berinisial Slamet Raharjo, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan penyekapan Edi Setyawan, seorang karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan kelautan atau kemaritiman.
Penetapan Slamet Raharjo dalam kasus dugaan penyekapan Edy Setyawan ini terungkap dalam surat SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) dengan nomor B/622/SP2HP.4/VIII/RES.1.24/2022/RESKRIM yang dikeluarkan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Surat tersebut, ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, AKP Arief Ryzki Wicaksana.
Dalam surat yang ditujukan pada pelapor berinisial MM (istri korban), disebutkan bahwa dalam perkara tersebut penyidik telah memanggil dan memeriksa 12 orang saksi. Selain itu, penyidik juga telah meminta keterangan dari Ahli Pidana.
Penyidik melakukan gelar perkara dan memutuskan, telah meningkatkan status saksi terlapor atas nama Slamet Raharjo, dari saksi menjadi tersangka.
Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, AKP Arief Ryzki Wicaksana membenarkan penetapan status tersangka Dirut PT Meratus Line itu.
Terkait tudingan lambatnya penangangan kasus tersebut, AKP Arief Ryzki menjelaskan, bahwa sejak kasus itu dilaporkan, pihaknya terus melakukan proses penyelidikan dan penyidikan serta pamanggilan saksi.
“Setelah memenuhi dua alat bukti, akan dilakukan gelar hingga penetapan tersangka. Tapi proses itu membutuhkan waktu,” kata dia, dikutip dari kabarkini.co, Senin (15/8/2022).
Edy Setyawan diduga menjadi korban penyekapan. Tidak hanya itu, harta bendanya berupa uang Rp 570 juta dan beberapa sertifikat tanah disita oleh orang yang diduga melakukan penyekapan.
Edy dituduh melakukan perbuatan yang dianggap telah merugikan tempatnya bekerja, yakni PT Meratus Line di Jalan Tanjung Perak, Surabaya. Entah mengapa, orangtua Edy justru yang dipanggil untuk menghadap perusahaan.
Tak ingin terjadi apa-apa dengan orangtuanya, Edy lalu menghadap manajemen perusahaan. Namun, di kantornya, ia justru tidak diperbolehkan pulang dengan alasan harus membayar sejumlah ganti rugi yang telah ditetapkan perusahaan.
Kedatangan Edy ke kantor ini rupanya menjadikannya tidak bisa pulang ke rumah. Sebab, di kantor tersebut ia mengaku dijaga ketat dan tidak diperbolehkan ke luar ruangan.
Hal ini membuat MM, sang istri panik. Apalagi, saat dihubungi sang suami, ia diminta untuk membawa uang tabungan sebesar Rp570 juta dan sejumlah sertifikat tanah yang dimiliki untuk dibawa ke kantor tempatnya berada.
Sesampainya di kantor, MM pun diminta untuk menandatangani sejumlah surat yang tidak berani ditolaknya, dengan alasan keselamatan sang suami. Namun, usai menyerahkan apa yang diminta perusahaan, sang suami ternyata tak kunjung dibebaskan. Hingga ia memutuskan untuk melaporkan kasus dugaan penyekapan itu ke polisi.
Kuasa hukum MM, Eko Budiono menyatakan, kasus tersebut telah mendapatkan penanganan dari pihak Polres Tanjung Perak Surabaya.
Penetapan status tersangka ini pun dibenarkan oleh kuasa hukum MM, Eko Budiono. Sesuai dengan laporan yang diterimanya, terlapor sudah berstatus tersangka berdasarkan SP2HP yang diterima.
“SR ditetapkan tersangka dalam perkara dugaan penyekapan dengan nomor laporan LP/B/055/II/2022/SPKT/POLRES PELABUHAN TANJUNG PERAK POLDA JAWA TIMUR. Atas perkara ini, terlapor disebutnya diduga melanggar Pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan seseorang,” kata dia.
Laporan dugaan penyekapan oleh perusahaan itu pun mendapatkan nomor, LP/B/055/II/2022/SPKT/POLRES PELABUHAN TANJUNG PERAK POLDA JAWA TIMUR. Dengan terlapor, SR, sebagai Direktur Utama PT Meratus Line. SR dilaporkan kliennya dengan sangkaan pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan seseorang. (Syr)