Garut, jurnalkotatoday.com
Terkait surat perintah penghentian penyidikan kasus Biaya Operasional Pimpinan (BOP) dan Reses DPRD Kabupaten Garut terus diperbincangkan, sekelompok warga Garut yang mengatasnamakan Masyarakat Pemerhati Pengkaji Kebijakan (MPPK) menyebut telah mempersiapkan, dan menyampaikan segera melayangkan permohonan praperadilan terhadap terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor PRINT-1971/M.2.15/Fd.2/12/2023 tanggal 22 Desember 2023 terhadap penyidikan dugaan tindak pidana dugaan korupsi Biaya Operasional Pimpinan (BOP) DPRD dan Reses Anggota DPRD Garut periode 2014-2019.
Koordinator MPPK, Bakti Safaat membenarkan bahwa timnya telah melakukan beberapa kali pembahasan terkait pengajuan praperadilan ke Kejaksaan Negeri Garut, ke Pengadilan.
“Kami telah melakukan pembahasan berkali-kali, dan telah disepakati untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap diterbitkannya SP3 nomor PRINT-1971/M.2.15/Fd.2/12/2023 tanggal 22 Desember 2023 yang menghentikan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi BOP DPRD dan Reses Anggota DPRD Garut periode 2014-2019. Kami sepakat minggu depan menunjuk kuasa hukum dari kantor hukum Asep Muhidin, SH., MH & Rekan,” ujar Bakti ke media di kediamannya, Jum’at (15/3/2024).
Menurut Bakti, ini adalah tahap awal masyarakat Garut meminta kejelasan secara terbuka ke Kejaksaan Negeri Garut melalui Pengadilan, karena dalam persidangan praperadilan tentunya semua bukti harus dihadirkan, bukan hanya cerita semata.
“Kita lihat saja proses nanti, karena kami meminta persidangan ini dapat disaksikan semua orang dan disiarkan secara langsung,” katanya.
Di tempat Terpisah, Advokat Asep Muhidin, SH., MH membenarkan adanya kabar tersebut, bahkan advokat muda ini menggambarkan Praperadilan ini berpotensi bisa dua kali, karena materinya ada dua.
“Praperadilan ini berpotensi diajukan dua kali, karena materi perkaranya itu ada dua. Pertama dugaan korupsi BOP yang di SP3 dan kedua dugaan korupsi Reses. Kita lihat saja nanti faktanya apakah penerbitan SP3 ini telah sesuai dan memenuhi persyaratan baik secara formil maupun secara materi,” ujar Asep yang sering di sapa dengan Apdar ini.
Asep menyebutkan, praperadilan merupakan bentuk hak konstitusional warga negara Indonesa yang dijamin oleh undang-undang mengajukan Praperadilan, karena dugaan korupsi itu merugikan keuangan negara dan rakyat secara umum. “Korbannya adalah msyarakat,” ucapnya.
Poin utama yang menjadi sorotan yakni, telah diumumkannya oleh Kepala Kejaksaan Negeri Garut, DR. Neva Sari Susanti melalui sejumlah media, dimana hasil perhitungan internal Kejari Garut terdapat atau ditemukan adanya kerugian mencapai Rp 1,2 Miliar. “Nah sekarang malah dihentikan atau di SP3, kan aneh,” kata Asep.
Penulis: H.Ujang Slamet