Jakarta, jurnalkota.id
Universitas Pertamina kembali meluluskan 366 wisudawan pada wisuda ke-3 tahun akademik 2019/2020 dengan 98 wisudawan (27%) diantaranya meraih predikat Cumlaude. Wisudawan periode ke-3 ini terbagi atas 311 wisudawan dari program studi rumpun sains dan teknologi serta 25 wisudawan dari program studi rumpun sosial dan humaniora.
Rektor Universitas Pertamina, Prof. Akhmaloka, Ph.D mengatakan bahwa pembelajaran sepanjang hayat bukanlah konsep baru bagi Universitas Pertamina.
“Pembelajaran sepanjang hayat bukanlah konsep baru bagi Universitas Pertamina. Karena sejak didirikan pada 2016 lalu, kami telah mengintegrasikan konsep pembelajaran sepanjang hayat dalam setiap program studi,” ujar Prof. Akhmaloka dalam sambutannya secara daring di acara wisuda ke-3 tahun akademik 2019/2020, Rabu (28/10).
Dalam acara yang juga dihadiri Direktur Sumber Daya Manusia PT Pertamina (Persero), Koeshartanto yang mewakili Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, serta Prof.Dr.Ir.Djoko Santoso, M.Sc., selaku advisory board Universitas Pertamina tersebut, Akhmaloka mengungkapkan bahwa Universitas Pertamina adalah satu dari sedikit perguruan tinggi di Indonesia yang memberikan mata kuliah Critical Thinking dan Creative Problem Solving sebagai kelas wajib bagi seluruh mahasiswa.
“Dengan penerapan pembelajaran sepanjang hayat, wisudawan Universitas Pertamina tak henti belajar meski telah lulus kuliah. Sehingga lulusannya menjadi tenaga ahli yang siap pakai di dunia industri,” tukasnya.
Hal itu dirasakan langsung Fikry Iqbal Fadhillah, wisudawan Program Studi Teknik Kimia yang kini berkarir sebagai Quality Assurance Officer di PT Mitsubishi Chemical Indonesia.
“Mata kuliah Critical Thinking dan Creative Problem Solving sangat membantu dalam bersaing dengan para profesional berpengalaman selama masa rekrutmen di perusahaan tempat saya bekerja,” kata Fikry.
“Selain itu, selama berkuliah di Universitas Pertamina saya juga dikelilingi oleh orang-orang yang menjadi katalis bagi satu sama lain untuk saling berkembang ke arah yang lebih baik. Walaupun tergolong universitas baru, namun kualitas pengajar, staff, dan mahasiswanya boleh diadu,” tambah Fikry.
Sebelumnya Profesor National Egyptian E-Learning University, Dr. Sami Nassar, memaparkan tiga hal yang perlu dilakukan oleh universitas untuk menjawab tantangan bahwa saat ini Indonesia kekurangan tenaga ahli. Untukmitu, perguruan tinggi dituntut bisa memproduksi lebih banyak tenaga profesional.
“Dan salah satunya adalah mengadopsi konsep pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning), yaitu proses pendidikan yang dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi oleh usia,” katanya.
Seper5i diketahui, Indonesia akan menikmati bonus demografi pada tahun 2020 – 2030. Proporsi penduduk usia produktif di Indonesia akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
Namun bonus demografi itu akan bermanfaat bila tenaga kerja Indonesia mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik serta kompetitif. Sayangnya saat ini Indonesia diperkirakan hanya memiliki 13,4 juta tenaga ahli dan 113 juta tenaga non-ahli.(Sya)