Jakarta, jurnalkota.id
Initial Public Offering (IPO) Sub-Holding PT Pertamina dinilai tak perlu lagi dipersoalkan, apalagi melakukan uji materi terhadap UU BUMN. Pasalnya, pembentukan holding sudah sejalan dengan UU dan peraturan yang berlaku dari segi UUD 1945 sampai ke UU sektoral maupun UU BUMN.
Pakar hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra, menilai semua langkah yang telah dilakukan Pertamina terkait IPO Sub-Holding adalah konstitusional, tidak melanggar hukum.
Ia mengatakan, bahwa IPO tidak melanggar UUD 1945 terutama pasal 33, karena tujuan masuk ke bursa saham adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Apa yang sudah dijalankan Pertamina sebagai bagian transformasi tak ada yang inskonstitusional, semuanya benar,” ujar Prof. Yusril di Jakarta, Kamis (16/7/2020).
“Transformasi melalui apapun (termasuk misalnya lewat IPO sekalipun) itu bukanlah tujuan, tapi alat untuk membuat tujuan tercapai yakni membuat Pertamina semakin kuat dan besar menjadi 100 Milyard USD Company dalam waktu 4 tahun ke depan,” paparnya.
Menurut Yusril, kata “menguasai” dalam pasal 33 ayat 2 itu bukanlah tujuan, namun alat untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. “Bahwa pengertian dikuasai itu sudah lebih dikuatkan dalam putusan MK No. 002/PUU/2003,” ucapnya.
Terkait Pasal 77 UU BUMN, kata Prof. Yusril, yang dimaksud larangan privatisasi persero tertentu itu adalah yang secara tegas dilarang dalam per-UU-an, dalam hal ini UU Migas maupun ketentuan pelaksanaannya tidak mengatur larangan semacam itu. “Apalagi kalau yang dilakukan sekarang adalah restrukturisasi, belum privatisasi, dan kalaupun privatisasi nantinya juga bukan Pertaminanya, tapi anak perusahaan Pertamina,” tuturnya.
Sebelumnya, pakar hukum bisnis, Ary Zulfikar, mengatakan bahwa pembentukan holding sejalan dengan UU dan peraturan yang berlaku dari segi UUD 1945 sampai ke UU sectoral dan BUMN.
Menurut dia, rencana IPO subholding Pertamina sesuai dengan amanah UUD 1945, terutama Pasal 33. Karena, tujuan masuk ke bursa saham adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Filosofi Pasal 33 adalah untuk kemakmuran rakyat. Kalau pada akhirnya tujuan (IPO subholding Pertamina) sesuai untuk kemakmuran rakyat itu sendiri, mengapa tidak? Malah, dengan IPO kita bisa memonitor lebih jauh,” kata Ary Zulfikar.
Apalagi, lanjut Ary, yang masuk bursa saham adalah subholding atau anak perusahaan Pertamina, bukan Pertamina sebagai BUMN.
“IPO subholding Pertamina akan membuat Pertamina lebih optimal. Dari sisi kelembagaan akan lebih transparan dan akuntabel. Dan dari sisi operasional, tujuannya adalah untuk mencari keuntungan guna kemakmuran rakyat,” jelasnya.
“Kalau tujuannya untuk meningkatkan kinerja, transparansi, kompetisi, dan stabilitas, IPO subholding Pertamina merupakan aksi korporasi yang positif, bahkan bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan, yang berarti pula mengurangi beban APBN,” tutup Ary.
Sementara, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan pasar modal menjadi salah satu strategi Pertamina untuk mendapatkan pendanaan. Nicke menyebutkan, Pertamina memerlukan 28 persen pendanaan dari eksternal dan project financing atau sekitar 49 miliar dolar AS hingga 2026.
“Opsi IPO dengan pertimbangan akses jumlah pendanaan yang luas, tidak dibatasi oleh tenor, dan pengembalian atau dividen yang fleksibel. IPO merupakan salah satu bentuk metode pendanaan yang lazim dilakukan oleh perusahaan multinasional,” tutup Nicke.(Sya)