Jurnal kota, Jakarta Pusat – Polri kembali mengungkap kasus adanya temuan oknum dokter berinisial MM melakukan tindak pidana aborsi secara ilegal atau pengguguran kandungan yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kabid Humas PMJ Kombes Pol Yusri Yunus didampingi Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes DKI Jakarta Dr Wening, menggelar konferensi Pers Jum’at siang di klinik aborsi Jalan Paseban Raya No.61 Senen, Jakarta Pusat.(14/2/2020).
Dalam keterangannya Yusri menjelaskan,” berawal informasi dari masyarakat bahwa terdapat sebuah rumah yang dijadikan klinik aborsi atau pengguguran kandungan (tanpa nama) yang lebih dikenal dengan nama Klinik Aborsi Paseban Senen Jakarta Pusat.
Kemudian Petugas melakukan penyelidikan ke lokasi Klinik Aborsi tersebut, ditemukan banyak pasien yang keluar masuk diklinik tersebut,” kata Yusri.
Dikatakannya kembali, dilakukan penindakan yang merangkap dokter MM alias A, RM dan SI.
Dan ditemukannya juga berikut dengan barang bukti jasad bayi, alat-alat kesehatan, obat-obatan untuk aborsi, 4 (empat) unit HP, catatan pasien dan alat-alat lainnya yang berkaitan dengan kegiatan aborsi.
Dengan pengungkapan dan penangkapan pelaku tindak pidana dibidang Kesehatan, Tenaga Kesehatan dan Praktek Kedokteran (dengan cara melakukan praktek kedokteran tanpa izin yang sah dan melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku) dan turut serta membantu perbuatan melawan hukum.
Menurut keterangan, tempat praktek aborsi di sewa oleh dr. MM alias A selama 3 tahun dan selama ini telah melakukan aborsi illegal kepada sekitar 900 pasien lebih tanpa prosedur pelayanan kesehatan yang diatur ataupun oleh Undang-undang lainnya.
Akibat dari perbuatannya para pelaku dikenakan Pasal berlapis sebagaimana UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (Nvd/Red)