Penurunan Harga Gas Industri Pangkas Pendapatan Negara

Primaderma Skincare

Jakarta, jurnalkota.id

Berkurangnya penerimaan negara akibat penurunan harga gas industri harus dihitung dengan cermat agar beban negara di tengah pandemic Covid-19 ini tidak semakin berat. Apalagi berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No 89 Tahun 2020, skema ini akan berlangsung dari 2020 sampai tahun 2024 yang akan datang.

Bacaan Lainnya

“Dari perhitungan yang saya lakukan, negara bisa kehilangan potensi pendapatan sebesar US$ 14,395,633.43 atau Rp 223,132,318,134.00 dengan kurs Rp 15.500 dengan pengurangan harga gas di Hulu. Saya menghitung untuk 6 industri yaitu petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet,” kata Mamit di Jakarta, Senin (27/4/2020).

Mamit juga mempertanyakan apakah Kementerian ESDM sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan mengenai dampak pengurangan PNBP migas tersebut atau belum. ”Jangan-jangan Menteri ESDM membuat perhitungan tersebut tanpa melibatkan kementerian terkait dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN karena di sana terdapat BUMN yang sangat terdampak akibat Permen ESDM No 8/2020 tersebut,” ujarnya.

“Apakah kebijakan itu setimpal dengan kontribusi dari industri yang mendapatkan subsidi dari harga gas dan kenapa harus sampai tahun 2024? Apakah tidak lebih baik kita lakukan setiap tahun lalu kita evaluasi kembali sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo dalam Ratas tanggal 18 Maret 2020 yang lalu,” papar Mamit.

Dia juga khawatir dengan kondisi saat ini dimana harga minyak dunia masih rendah akan mengakibatkan banyak perusahaan minyak yang akan menutup sumur dan menghentikan produksi mereka.

Mengutip dari pernyataan mantan Wamen ESDM Archandra Tahar bahwa dengan banyaknya perusahaan minyak di Amerika Serikat yang menutup sumur dimana gas sebagai fluida ikutan dari minyak akan terhenti juga. Akibatnya, sekitar 14 miliar kaki kubik (billion cubic feet/bcf) gas bumi per hari di AS akan menghilang dari pasar.

AS sendiri mengekspor sekitar 8 bcf per hari dalam bentuk Liquid Natural Gas (LNG) ke pasar global. Jika pengurangan produksi gas sebanyak 14 bcf per hari di AS ini bertahan selama 2 bulan, maka akan terjadi pengurangan pasokan gas bumi sebanyak 840 bcf.

“Kondisi tersebut bisa saja membuat harga gas bumi bisa mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Jelas ini akan meningkatkan beban dari badan usaha hilir jika kenaikan harga gas dan LNG pun mengalami kenaikan jika pandemik COVID-19 ini sudah mulai teratasi dan kondisi perekonomian global mulai tumbuh,” tukasnya.

“Selain itu jika kita mau sedikit menengok kebelakang, bahwa aksi Kementerian ESDM ini juga bertolak belakang dengan butir-butir rekomendasi Tim Anti Mafia Migas,” tambah Mamit.

Sebagaimana diketahui bahwa dua dari 12 rekomendasi tim tersebut adalah, pertama, pengelolaan penerimaan negara dari sektor migas, dengan mengalokasikan dana untuk pengembangan energi terbarukan dan peningkatan cadangan migas.

“Yang kedua, peningkatan infrastruktur dengan menyediakan anggaran dan insentif pembangunan infrastruktur distribusi dan penyimpanan gas, termasuk fasilitas depot dan pembiayaan cadangan BBM nasional,” kata dia.

Disebutkan, pembaruan dan pembangunan kilang harus dilakukan untuk kebutuhan dalam negeri, dan kebijakan penggunaan depot, kilang dan distribusi bahan bakar minyak (BBM).

“Penerimaan negara dari sektor migas seharusnya dikembalikan untuk memperkuat ketahanan dan kemandirian energi serta membangun infrastruktur untuk mengejar ketertinggalan, namun yang dilakukan Kementerian ESDM sebaliknya,” pungkasnya.(Sya)

Primaderma Skincare
Primaderma Skincare

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *