Celoteh Si Jabir, Jurnalkotatoday.com
Sejumlah kolong tol di DKI Jakarta ditempati warga yang nasibnya kurang baik dari sisi ekonomi. Di kolong tol ini berdiri gubuk-gubuk dengan fasilitas terbatas. Namun penghuninya bisa menikmatinya dengan biasa, tentu dengan kekurangan di sana-sini, namun hal-hal tersebut juga sudah dianggap biasa oleh penghuninya.
Si Jabir kali ini tertarik ingin mengetahui dan ingin lebih dekat dengan kehidupan kolong tol. Untuk itu dia menghubungi seorang kenalannya yang sudah cukup lama tinggal di salah satu kolong tol yang penghuninya cukup banyak.
Tidak terlalu lama menunggu. Sore itu, si Jabir dan temannya Pur, sudah sampai di sebuah gubuk ukuran 2 kali 3 meter terbuat dari triplek bekas dan atapnya juga asbes bekas, dan nyaris semua peralatan di gubuk itu terbuat dari barang bekas.
Beberapa lama mereka terdiam, Jabir memperhatikan Setiap sudut gubuk tersebut, dan sekali-sekali memperhatikan keluar.
“Ini gubuk saya, bersama isteri ke empat saya,” Pur memecah keheningan. Jabir “melongo,” temannya ini punya isteri banyak.
Jabir masih diam, pandangannya mengarah keluar, beberapa orang tampak lalu-lalang.
Pur menjelaskan, setiap orang baru masuk ke pemukiman tol kolong itu akan diperhatikan penghuni . “Tapi ga usah dipikirin, ada aku di sini,” ujar Pur perlahan.
“Tempat ini memang rawan, ada saja yang mabok, berkelahi, dan barang bisa hilang Setiap waktu. Orang luar mungkin berpikir semua keburukan ada di sini , tapi nggak seperti itu juga. Di sini kesetiaan terhadap sesama cukup tinggi, bahkan seperti Pahlawan,” ucap Pur.
Contohnya, ketika ada seorang janda, pekerjaannya pemulung. waktu mendorong gerobaknya ditabrak motor, hingga tulang kakinya patah. Warga sini membawa ke rumah sakit, namun karena dianggap lebih baik pengobatan dukuh patah, saya bawa ke dukun patah. Korban tak perlu mengeluarkan biaya.
“Kita urus semua, melalui salah satu yayasan yang membantu. Sehingga bebas biaya, bahkan dapat tongkat gratis. Memang bukan kita yang mengeluarkan uangnya, tapi tenaga dan usaha kita lakukan, tak kenal lelah. Kalau biaya kita tidak punya, tapi semangat untuk membantu ada,” imbuhnya.
Di sini yang paling ditakutkan, jangan sampai terjadi kebakaran. “Belum lama ini ada satu gubuk terbakar, semua orang di sini cepat bergerak, sehingga api secepatnya bisa di padamkan, dan tidak jadi masalah. Kalau sempat tak teratasi, habis sudah. Artinya tempat ini akan ditutup, dan kita tidak punya tempat tinggal lagi,” ujarnya.
Tinggal di jalan tol tempat dia tinggal, kata Pur, tidak banyak aturan, tidak memerlukan banyak surat. “Tapi harus paham isyarat,” katanya tanpa menjabarkan isyarat yang dimaksud, Si Jabir melongo.**
PS/11/5/22